AIDS, Apakah Ini Dibiarkan Saja?

November 28, 2007

Penyakit AIDS atau Acquired Ummune Deficiency Syndrom, penyakit yang disebabkan virus HIV (Human Immunodoficiency Virus) kiranya tak berlebihan disebut penyakit globalisasi. Penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya kini telah merajai kehidupan, menginfeksi tanpa pandang bulu, menyapu layar perak, pentas seni, lapangan olahraga hingga ke tempat-tempat prostitusi, dan tak terkecuali jabang bayi. Tak pelak lagi penyakit AIDS ini membikin histeria, ia mengakhiri kejayaan, kebanggaan, prestise dan hidup seseorang.
1 Desember 2007, sudah lebih dua dasawarsa AIDS dikenal masyarakat dunia. Setelah kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981 di Amerika Serikat, penyakit maut ini dengan cepat mewabah secara luas dan mudah. Di seluruh dunia 25 juta orang meninggal karena HIV/AIDS dan 40 juta orang terinfeksi. Demikian catatan badan PBB yang menangani AIDS (UNAIDS). Epidemi HIV/AIDS selama dua dasawarsa belakangan ini telah menyebar ke lebih 190 negara di semua benua. UNAIDS memperkirakan bahwa pada akhir 2000 ada 36,1 juta orang dengan HIV/AIDS dengan 90 persen di negara berkembang (jangkar.net).
Laporan triwulanan perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan 31 Maret 2006 dari Ditjen PP dan PL Depkes menyebutkan jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 10.156 kasus meliputi 5.823 kasus AIDS dan 4.333 kasus HIV yang sudah tersebar pada 32 Propinsi di Indonesia. Jumlah pengidap AIDS yang dilaporkan meninggal dunia mencapai 24,56 % atau 1.430 orang dengan ratio kasus antara laki-laki dan perempuan 4,47 : 1. Yang memprihatinkan, proporsi tertinggi pengidap HIV/AIDS berada pada rentang usia produktif ( 20-29 tahun ) sebesar 54,27 %.,disusul umur 30-39 tahun sebesar 26 % ,  dan kelompok umur 40-49 tahun sebesar 8.41 % . (www.depkes.go.id).
Tingginya angka ini jelas menunjukkan kegagalan berbagai program yang selama ini sering ditawarkan negara-negara Barat dalam masalah ini.  Negara-negara Barat selama ini gagal dalam menentukan apa sebenarnya sebab utama dari mewabahnya penyakit ini. Mereka malah menawarkan solusi-solusi yang tidak berhubungan langsung dengan akar persoalan dari penyakit ini. Sosialisasi penyakit ini, bahkan dalam bentuk pelajaran khusus pendidikan seks di sekolah-sekolah, terbukti tidak menghentikan laju penyakit ini Selama ini sosialiasi tentang penyakit ini  seperti dalam pendidikan seks, hanya berbicara bahaya dari penyakit seksual termasuk AIDS dan bagaimana melakukan seks secara aman, yakni dengan menggunakan kondom. Banyak  yang tidak memperdulikan seruan ini dengan berbagai alasan; kurang praktis, lupa, kurang nikmat, sampai memang tidak ada dana yang cukup membeli kondom. Apalagi penyeruan penggunaan kondom hanya sebatas seruan, tidak ada sanksi bagi yang tidak menggunakannya.
Sementara, menjatuhkan sanksi bagi yang tidak menggunakan kondom- kalaupun mau dibuat undang-undang-, tentu sangat sulit. Sementara solusi yang lain, tidak ada hubungan langsung dengan masalah ini. Seperti hidup bersama penderita AIDS, tidak diskriminasi terhadap penderita AIDS. Hal ini hanya bicara tentang sikap setelah seseorang terjangkiti penyakit AIDS, bukan mencegah seseorang terkena penyakit AIDS.

Melacak Akar Persolaan

Akar persoalan penyakit ini sebenarnya, berpangkal dari pandangan hidup kebebasan (freedom) yang dianut oleh banyak orang dan negara di dunia saat ini. Kebebasan bertingkahlaku sendiri merupakan pilar penting dari kapitalisme. Sehingga sebenarnya pangkal penyakit ini adalah Kapitalisme itu sendiri. Pandangan kebebasan kemudian menganggap masalah seksual adalah masalah individu, yang selama tidak mengganggu individu lain dan dilakukan suka sama suka, tidak boleh ada yang mengintervensinya. Termasuk negara sekalipun. Karenanya, berganti-ganti pasangan seksual atas dasar suka sama suka, bukanlah merupakan pelanggaran. Padahal berganti-ganti pasangan adalah faktor penyebab menyebarluasnya penyakit ini. Demikian juga anggapan bahwa setiap orang bebas menentukan orientasi (kecendrungan) seksnya, adalah merupakan bagian dari kebebasan individu. Karena itu homoseksual dan lesbianisme bukanlah sesuatu yang terlarang dalam masyarakarat Kapitalisme.
Masyarakat kapitalis juga menganggap industri seks yang jelas menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual sebagai sesuatu yang legal, karena memiliki nilai ekonomis. Bisa menjadi penghasilan invidu atau negara, berupa pajak. Padahal jelas, keberadaan industri seks merupakan salah faktor yang menumbuhsuburkan penyakit-penyakit seksual termasuk AIDS.
Sebagai implikasi dari pandangan liberal, ditemukan banyak sekali sarana-sarana yang mendorong hajat seksual manusia secara terbuka. Pornograpi dan pornoaksi merupakan hal yang biasa dieksploitasi, dengan alasan kebebasan. Jelas sekali sarana-sarana ini turut mendorong tumbuhnya hajat seksual pemuda dan para remaja, yang menyebabkan banyak diantara mereka yang melakukan hubungan seks tanpa ikatan pernikahan. Disamping itu pergaulan yang demikian bebas, antar pria dan wanita, termasuk pendorong utama munculnya hajat seksual ini.
Tidaklah mengherankan kalau di negara-negara liberal dan permisif terhadap masalah seksual ini perkembangan penyakit seksual termasuk AIDS menjadi tinggi. Sementara itu negeri-negeri Islam, yang dikenal masih ketat dalam masalah pengaturan pergaulan pria dan wanita (seksual), penderita penyakit AIDSnya, secara signifikan rendah.

Kembali Pada Islam
Islam jelas berbeda dengan kapitalisme dengan paham kebebasannya. Dalam Islam, dengan sangat jelas menyatakan bahwa manusia tidak bisa dibebaskan untuk mengatur kehendaknya sendiri. Sebab kalau ini terjadi , manusia akan terjerumus pada hawa nafsunya seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Karena itu dalam Islam, seluruh tingkah laku manusia wajib terikat pada aturan-aturan Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang. Aturan Allah SWT jelas akan memberikan kebaikan pada manusia, sebab Allah SWT yang paling tahu tentang apa yang paling baik untuk manusia. Sangat jelas, saat manusia lalai dari aturan Allah, munculnya penderitaan, antara lain penyakit seksual ini.
Karena itu Islam, mengatur bagaimana hubungan pria dan wanita yang aman, yakni lewat ikatan perkawinan yang sah. Tidak hanya itu, Islam pun menutup segala jalan yang mengakibatkan munculnya kebebasan seksual yang berbahaya. Islam melarang pria wanita berinteraksi secara bebas kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari’i. Campur aduk (ikhtilat) adalah perkara yang diharamkan dalam Islam. Sehingga, Islam memenimalkan hubungan pria dan wanita, kecuali dalam perkara-perkara tertentu seperti jual beli, pendidikan, pengadilan, kesehatan dan  interaksi lain yang memang membutuhkan sikap ta’awun (tolong menolong) antara kedua belah pihak. Itupun tetap dalam batasan-batasan yang sangat ketat. Mulai dari cara berpakaian yang menutup aurot sampai larangan tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), yang memungkinkan munculnya hajat seksual lawan jenisnya. Islam juga melarang wanita berduaan dengan laki-laki yang bukan mahromnya (khalwat). Jelas pula, dalam Islam industri atau bisnis seksual atau yang mengeksploitasi pornograpi diharamkan, tidak perduli apakah itu menghasilkan uang atau tidak.
Dalam Islam, uang bukanlah segalanya untuk menghalalkan segala cara. Semua ini akan menghindari munculnya seks bebas ditengah-tengah masyarakat. Karena itu siapun yang melanggar aturan-aturan tersebut akan diberikan sanksinya secara tegas dalam Islam, baik bagi pezina ghoiru muhshan (yang belum menikah), pezina muhshan (yang sudah menikah) maupun pelaku homoseksual. Untuk pelaku bisnis haram atau menyebarluaskan pornograpi akan dikenakan sanksi ta’zir, yang hukumannya diserahkan kepada peradilan. Oleh karena itu masarakat harus diseru kepada jalan hidup yang sehat, yaitu jalan hidup yang digariskan oleh Allah SWT Yang Maha Mengetahui gaya hidup apa yang paling layak untuk manusia, yang membawa pada masyarakat yang tentram, suci dan terhindar dari berbagai penyakit seksual.
Adakah AIDS ini sekedar pertanda zaman bahwa manusia tidak boleh pongah dan lengah, ataukah AIDS ini menjadi seleksi alam bagi ummat manusia, dan hanya mereka yang paling  “fixed” menjalani fitrhanya sebagai manuia yang akan bertahan hidup?. Yang jelasnya wabah raya AIDS telah menyebar pesat, menembus semua batas yang ada dalam kehidupan manusia, usia, jenis kelamin, status sosial, profesi, geografi maupun etnis. Manusia sedunia telah sepakat bahwa AIDS mesti diperangi hingga lenyap dari kehidupan sehingga dana, tenaga dan pikiran siap dikorbankan. Hanya saja, sejauh ini prostitusi, free sex dan praktek-praktek sodomi serta situasi yang mengkondisikannya masih kurang serius dipertanyakan. Dan akhirnya, kita tentunya ingin saling mengingatkan, bahwa setiap penyimpangan dari ketetapan-Nya pastilah membawa bencana. Hanya dengan taat dijalan-Nya sajalah kita bisa hidup selamat. Wallahu alam bisshawab.


Menyongsong Kebangkitan Cendekiawan Muslim Muda

November 28, 2007

Pemuda adalah nafas zaman, kelompok idaman ummat dan bangsa yang kaya akan kritik, imajinasi, serta peran dalam setiap peristiwa yang terjadi di tengah perubahan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri pemuda memegang peranan penting dalam hampir setiap transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita.
Sejarah kebangkitan Eropa (Sekuler/Kapitalis) dengan fragmen Revolusi Prancis yang menumbangkan monarki dan gerejawan di abad pertengahan (1789) digerakkan oleh kaum intelektual. Pemuda Rosseu, Montesquieu, Descrates, Condorcet, Olympe de Gouges menjadi motor penggerak masyarakat yang berujung pada revolusi menandai zaman baru dan mengilhami bangkitnya renaisance di Eropa.
Di Rusia, Revolusi Bolsevik (Oktober 1917) menandai jatuhnya Dinasti Romanov dengan nakhodanya Tsar Nicholas II, diiringi cucuran darah 15 juta orang tewas selama Revolusi, pun digerakkan oleh kaum muda. Adalah Karl Marx (1818-1883), Lenin (1870-1924), Leon Trotsky dan Plekhanov. Karl Heinrich Marx dengan bukunya Das Kapital sebagai pencipta dan pemikir komunisme, sedangkan pemuda Lenin adalah orang pertama yang dianggap mewujudkan konsep– konsep  Marx dalam masyarakat. Bahkan Gorby muda (Michael Gorbacev) ketika berusia 18 tahun menulis “ Lenin adalah ayahku, guruku, dan Tuhanku.”
Begitu pula sejarah transformasi sosial (dakwah Islam) pemuda memegang peran dominan. Rasulullah Muhammad ketika diangkat berumur empat puluh tahun. Berkata Ibnu Abbas r.a, “ Tak ada seorang nabipun yang diutus Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni 30-40 tahun). Begitu pula tidak seorang ‘alim pun yang diberi ilmu, melainkan ia dari kalangan pemuda”.
Pengikut Rasulullah SAW yang merupakan generasi pertama kebanyakan dari kalangan pemuda bahkan sebagian masih anak-anak. Mereka mendapatkan transfer pemikiran (tsaqofah) Islam dari Rasulullah saw diantaranya Ali bin Abi Thalib dan Zubaer bin Awwam (8 tahun), Thalhah (11 tahun), Al-Arqam (12 tahun), Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqas (17), Ja’far bin Abi Thalib (18), Zaid bin Haritsah (20), Ustman (20), Mushab bin Umair (24), Umar bin Khattab (27), Bilal bin Rabah (30), Abu Bakar (27) dll
Dari sini terbentuk cikal bakal (embrio)generasi terbaik yang berhasil membongkar struktur paganis dan stagnasi pemikiran, kebodohan (adat jahili) yang telah mengakar  di Jazirah Arab. Selanjutnya risalah Islam dengan pemikirannya (Islamic though) dan metode penerapannya (Islamic method) berhasil menjadikan Jazirah Arab yang terlupakan, menjadikan pusat peradaban dunia dan berhasil menempatkan ummat Islam, di posisi puncak peradaban selama berabad-abad lamanya.

Karakter Pemuda dalam Al-Qur’an
Al-Qur’anul Karim telah menampilkan sosok pemuda yang menjadi bintang dan pertanda zamannya. Secara ekplisit tampak dalam surah Al-Anbiya : 60, Surah Al-Kahfi : 10-13, atau Surah Yusuf : 30, dengan kata-kata yang berakar pada “fatiya” (muda). Selain yang tersurat, terdapat pula ayat-ayat yang menyiratkan sosok pemuda seperti surah As-shaf : 14 yang menampilkan Nabi Isa yang berusia muda dll.
Dalam Al-Qur’an peran pemuda disebutkan sebagai generasi penerus (AthThur : 21), yaitu meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum. Disebut juga sebagai generasi pengganti (Al-Maidah : 54), yaitu menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu’min, tegas pada kaum kafir dan tidak takut celaan orang yang mencela. Sebagai generasi pembaharu (Maryam : 42) yakni memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu ummat/bangsa.
Al-Qur’anul Karim juga telah menggambarkan sejumlah karakter yang ada dalam diri pemuda seperti sikap kritis dan kepeloporan yang ditunjukkan oleh pemuda Ibrahim. Demikian juga sikap tegar yang tersurat dalam surah Al-Kahfi dengan tampilnya beberapa pemuda yang dengan tegar menyatakan aqidahnya yang berasaskan tauhid dihadapan seorang raja yang zalim, Dikyanus. Ketegaran ditunjukkan juga Nabi Isa As. Ketika berhadapan dengan Fir’aun melalui argumentasi yang kuat, menghembaskan kesombongan Fir’aun, sang Tiran. Pemuda yang tegar seperti inilah yang kehadirannya senantiasa diperlukan kehadirannya oleh zaman yang senantiasa berubah dan penuh tantangan, bukan pemuda yang sudah disterilkan, dimandulkan bahkan dijadikan “robot” sehingga tidak dapat diharapkan sesuatu daripadanya.
Karakter pemuda lainnya yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah karakter rendah hati seperti ditunjukkan pemuda Yusuf ketika terhindar dari maksiat, mengatakan bukanlah karena dirinya perkasa melainkan karena rahmat dari Allah, SWT (QS. Yusuf : 54). Akan halnya pemuda Zulkarnain, penakluk dunia Barat dan Timur pelindung agresi yang didirikannya untuk melindungi kaum lemah dinyatakan sebagai rahmat dari Tuhan-Nya (QS. Al-Kahfi : 98).. Karakter orang muda lainnya dalam Al-Qur’an ditunjukkan oleh sikap lemah lembut Ibrahim muda, yang tidak berhasil meyakinkan ayahnya  mengenai tauhid dan kebatilan, kendatipun diusir oleh ayahnya, tetap memperlihatkan sikap hormat, sayang dan penuh kelembutan pada orang tuanya. Demikian juga sikap pemaaf yang ditunjukkan pemuda Yusuf yang memperlihatkan  suatu sikap akhlaq mulia dengan memaafkan kesalahan yang pernah diperbuat saudara-saudaranya.

Kepribadian Ulul Al-bab.

Posisi penting dan terhormat menurut Al-Qur’an hanya layak bagi seorang yang berilmu dan berhikmah, sebagaimana dalam salah satu firman-Nya :

“Dan tatkala dia cukup dewasa[*] Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” QS. Yusuf : 22.
*Nabi Yusuf mencapai umur antara 30 – 40 tahun.

Antara ilmu dan hikmah ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Ilmu, baik yang murni (pure science) maupun terapan (appplied science) diperlukan oleh bangsa yang akan dan sedang membangun. Namun, faktor penting yang sangat menentukan adalah ada tidaknya hikmah di tengah bangsa itu, terutama dikalangan pengendali dan pelaku pembangunan bangsa itu. Orang yang memiliki ilmu dan hikmah inilah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai cendekiawan atau pribadi Ulul Albab. Istilah ulul albab disebut dalam berbagai ayat dalam, Al-Qur’an.
Dalam Mu’jam Mufahras li Alfadz Al-Qur’an disebutkan bahwa kata “ulul albab” berulang sebanyak 16 kali dalam sepuluh Surah dalam konteks yang berbeda-beda. Kata ulul albab diterjemahkan dengan “orang yang berakal”, artinya orang yang mampu mengambil kesimpulan, pelajaran dan peringatan dari ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam Al-Quran maupun ayat-ayat kauniyah yang terdapat di jaqad raya. Ulul albab adalah orang yang memiliki sikap keilmuan dengan melakukan secara teratur upaya-upaya pengamatan, penelitian, pengakajian dan penafsiran terhadap gejala-gejala alam. Dari kajian itu akan muncul kesadaran yang dalam akan kebesaran Allah, SWT sebagai pencipta segala sesuatu (keseimbangan fikir dan zikir).
Segala yang dilakukan oleh manusia hanyalah merupakan upaya untuk menemukan hukum-hukum Allah SWT (sunnatullah), dan memahami secara sadar bahwasanya kebahagian dunia-akhirat hanya tercapai jika manusia berjalan sesuai apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT.
Upaya memahami ayat-ayat Allah tersebut tentu saja membutuhkan kesungguhan dan ketelitian sambil mengharapkan karunia dan kemudahan dari Allah SWT. Disinilah dibutuhkan semangat al-hikmah, yang salah satu maknanya berarti kearifan untuk meneliti dan membuktikan itu semua. Tujuan diutusnya seorang Rasul kepada ummat manusia antara lain mengajarkan kepada mereka kitab suci dan hikmah agar manusia senantiasa memperoleh pancaran cahaya Ilahi. Cakupan hikmah sendiri sedemikian luas, maka hikmah bisa diterangkan  dalam berbagai pengertian dan konsep, diantaranya  wisdom, kebijaksanaan atau kearifan (Hans Wehr, A. Dictionary of Written Arabic). Hikmah juga berarti ilmu pengetahuan, filsafat, kebenaran, juga merupakan “rahasia”  Tuhan yang tersembunyi  yang hanya bisa diambil manfaat dan pelajaran pada masa dan waktu yang lain.
Seorang ulul albab memiliki al-hikmah dalam arti kearifan dalam menatap, menafsir dan mengkaji persoalan-persoalan dalam kehidupannya, baik yang bersifat individual, sosial kemasyarakatan, ummat dan manusia pada umumnya. Tumbuh rasa dan kepedulian sosial yang termanifestasikan dalam sikap, perbuatan dan tindakannya. Lebih jauh, Ulul Albab adalah implementasi “Khaerah Ummah” yang dilahirkan di tengah-tengah manusia yang mempersyaratkan tegaknya amar ma’ruf nahi munkar.

Meretas Jalan Kebangkitan.
Cendekiawan muslim muda, tiga kata kunci yang sarat makna dan menuntut peran nyata bagi yang menyandangnya. Kata cendekiawan yang dalam Al-Qur’an yang disebut Ulul albab adalah perwujudan aktifitas akal dan hati. Akallah yang telah membuktikan kebenaran Islam dan setelah terbukti hati akan meyakini, selanjutnya mendorong setiap muslim yang memahami dan meyakininya untuk bergerak, menjadi agen-agen perubah di tengah-tengah masyarakat.
Kata kunci muslim menunjukkan bahwa berislamnya seseorang menuntut adanya totalitas. Karakter Islam yang syumul mewarnai seluruh aspek kehidupan sehingga pola pikir, emosi, perasaan dan juga fisik terwarnai dengan Islam. Dengan syahadah, seorang muslim meyakini dia memang diciptakan hanya untuk beribaah kepada Allah, bahwa tidak ada yang dapat memberinya kemudharatan keculai atas izin Allah, sehingga dengan demikian tidak ada satupun yang ditakutinya. Kalaupun ia harus berkorban harta bahkan sampai nyawa sekalipun,  dia sadar apapun hasilnya akan berupa kebaikan, matinya adalah syahid dan hidupnya adalah kemuliaan.
Kata muda menunjukkan sosok yang produktif, progresif, kreatif serta inovatif, yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tanggung jawab, sehingga Rasulullah saw mengingatkan mempergunakan lima kesempatan, diantaranya masa muda sebelum datangnya masa tua. Al-Qur’an juga memberikan petunjuk mengenai pentingnya sikap keteladanan orang tua dalam menyiapkan generasi atau mendidik anak-anaknya melalui penggambaran Luqman, yag didahului pujian karena memperoleh hikmah, yang berarti menerima kebajikan yang besar.

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman : 12)

Saatnya kini lahir gerakan besar kebangkitan ummat yang dilandasi kesadaran dan keyakinan yang dipelopori kaum muda. Pemuda yang membekali diri dengan pemahaman Islam yang jernih secara mendalam sehingga mampu menampilkan Islam sebagai sistem yang komprehensif. Pemuda yang siap menyongsong peradaban masa depan, yang disebut futurolog Alvin Toffler sebagai peradaban gelombang ketiga, perdaban yang lebih mengutamakan pelipatgandaan kekuatan pikir manusia. Abad dimana akselerasi perubahan dan kemajuan semakin tinggi dan intens seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kebangkitan (an-nahdlah) menurut Hafidz Shalih dalam kitabnya “An-Nahdlah” adalah meningkatnya taraf berfikir ummat. Sehingga kebangkitan yang shahih adalah kebangkitan yang diletakkan di atas azas ruhiyah artinya kebangkitan yang dibangun dengan landasan pemikiran yang mengaitkan segala aktifitas  manusia dengan Allah SWT. Dengan demikian, hanya dengan Ideologi Islam manusia dapat meraih kebangkitan hakiki, sebaliknya kebangkitan yang dibawa selain ideologi Islam, Kapitalisme-Sekuler maupun Sosilaisme-Komunis adalah kebangkitan semu dan sudah terbukti menimbulkan banyak efek negatif berupa kerusakan, kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan dan ketidaktentraman hidup.
Ummat Islam harus memiliki kembali pemikiran Islam yang utuh dan menyeluruh serta jelas tentang gambaran kehidupan Islam di masa depan serta memahami fakta-fakta yang sedang terjadi sekarang sehingga menemukan strategi dan taktik implementasi konsepsi mereka dalam realitas kehidupan. Penguasaan khazanah pemikiran Islam dan kebiasaan berfikir menghubungkan pemikiran tersebut dalam realitas kehidupan akan membentuk kepakaran dan keahlian (experties) ummat dalam mewujudkan visi dan misi kehidupan mereka. Sebab, tradisi menghubungkan informasi maupun konsep pemikiran dengan realitas akan membentuk metode berfikir yang produktif dalam diri ummat ini dan mereka akan menjadi ummat yang bertradisi berfikir, ummah mufakkirah. Ummat yang mampu bangkit meniti jalur kehidupan yang luhur.
Disinilah pentingnya kepedulian dan peran cendekiawan muda untuk pandai-pandai membaca realitas sosial sehari-hari, menangkap dan memahaminya secara cerdas dan bertanggung jawab, mencari solusi atas berbagai problematika ummat dengan menjadikan Islam sebagai poros rujukan. Kiranya sosok pemuda yang diimpikan Al-Qur’an yang berilmu dan berhikmah menjadi sumber insprasi kaum muda cendekiawan muslim dan sumber inspirasi untuk hari ini dan esok, sehingga dapat memberikan kontribusi yang terbaik untuk ummat, bangsa dan negara.

ICMI Muda, Sebuah Harapan.
Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) telah menjadi asset ummat Islam Indonesia, memenuhi kebutuhan ummat Islam akan wadah yang terbuka. Diakui, kehadiran ICMI telah menjadi angle untuk mencantolkan amal shaleh, forum untuk berkumpulnya kaum muslim dari berbagai faham dan tingkat pemahaman serta pengalaman keagamaan, entry point untuk siapa saja yang mau ke pangkuan Islam.
Pasca Muktamar ke-IV di Makassar, ICMI yang lahir di Malang 15 tahun lalu dan sempat lama “tertidur” kini kembali menggeliat, memberikan harapan ke depan untuk memberikan pencerahan dan berkontribusi pada ummat dan bangsa.  Seiring revitalisasi peran ICMI, sekelompok orang-orang muda ICMI di Sulawesi Selatan mendeklarasikan ICMI Muda yang selanjutnya disambut positif cendekiawan muda di seluruh Indonesia. Deklarasi nasional ICMI Muda berangkat dari kegelisahan positif, kreatif dan visioner, untuk turut membantu mengemban dan mengembangkan peran dan tanggung jawab ICMI terhadap bangsa, negara dan ummat. Nawaitu yang tentunya harus direspon positif semua pihak, sehingga potensi cendekiawan muda muslim di Indonesia dapat lebih dioptimalkan, demikian juga peran dan tanggung jawabnya yang sangat strategis dapat terwadahi secara tepat.
Kita berharap keberadaan ICMI Muda akan makin menegaskan peran ICMI untuk ummat dan bangsa ke depan yang sampai saat ini masih didera berbagai masalah dan kesulitan. Sebagai wadah yang disiapkan untuk regenerasi di tubuh ICMI, kita berharap tercipta iklim sistem kaderisasi yang terbuka, menjamin munculnya pemimpin-pemimpin baru dalam kemajemukan yang serasi. Bukan resimentasi pengikut atau mobilisasi indoktrinasi bagi sebanyak  mungkin  orang untuk keperluan pengendalian dan penguasaan sementara dan seketika. Akhirnya, kita sedang menunggu permainan yang menakjubkan dari berbagai unsur di ICMI dalam mengembangkan ICMI di masa mendatang selanjutnya bersinergi dengan komponen ummat lainnya mengantarkan ummat dan bangsa menuju kebangkitan yang hakiki. Semoga.

Bahrul ulum Ilham, S.pd (Aktifis HTI Sulsel, Sekretaris IV ICMI Muda Pusat)


SYARIAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN “CLEAN GOVERNANCE AND GOOD GOVERNMENT”

November 28, 2007

I. PENDAHULUAN
Pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good government) adalah idaman. Istilah yang semakin populer dalam dua dekade ini, semakin menjadi tuntutan, dalam kondisi dimana korupsi, kolusi, nepotisme dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) lainnya begitu menggejala diberbagai belahan dunia. Kekecewaan terhadap performance pemerintahan di berbagai negara, baik di negara dunia ketiga maupun di negara maju, telah mendorong berkembangnya tuntutan akan kehadiran pemerintahan yang baik dan bersih.
Pemerintahan yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatnya menghormati hukum. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik itu hanya bisa dibangun melalui pemerintahan yang bersih (clean government) dengan aparatur birokrasinya yang terbebas dari KKN. Dalam rangka mewujudkan clean government, pemerintah harus memiliki moral dan proaktif mewujudkan partisipasi serta check and balances. Tidak mungkin mengharapkan pemerintah sebagai suatu komponen dari proses politik memenuhi prinsip clean government dalam ketiadaan partisipasi.
Bisakah pemerintahan yang bersih dan baik dibangun saat ini, dimana, sistem hukum, moral aparat, kemiskinan akibat kesalahan sistem dan kebangkrutan birokrasi di semua lini dan tingkatan, dibangun ? Tulisan ringkas ini, mencoba memotret kondisi birokrasi, Indonesia khususnya, serta menggagas solusi membangun birokrasi, sebagai upaya mewujudkan clean and good governance. Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa memancing diskusi yang lebih intens, guna mencari solusi total atas kebangkrutan birokrasi yang sedemikian parah saat ini.

II. REALITAS BIROKRASI DALAM PEMERINTAHAN DEWASA INI

Birokrasi yang Buruk
Pemerintahan yang baik dan bersih diukur dari performance birokrasinya. Pengalaman dan kinerja birokrasi di berbagai negara telah melahirkan dua pandangan yang saling bertentangan terhadap birokrasi. Pandangan pertama melihat birokrasi sebagai kebutuhan, yang akan meng-efisien-kan dan meng-efektif-kan pekerjaan pemerintahan. Pandangan kedua, melihat birokrasi sebagai “musuh” bersama, yang kerjanya hanya mempersulit hidup rakyat, sarangnya korupsi, tidak melayani, cenderung kaku dan formalistis, penuh dengan arogansi (yang bersembunyi di balik hukum), dan sebagainya.
Padahal secara konseptual, birokrasi, sebagai sebuah organisasi pelaksana pemerintahan, adalah sebuah badan yang netral. Faktor diluar birokrasilah yang akan menentukan wajah birokrasi menjadi baik atapun jahat, yaitu manusia yang menjalankan birokrasi dan sistem yang dipakai, dimana birokrasi itu hidup dan bekerja. Artinya, bila sistem (politik, pemerintahan dan sosial budaya) yang dipakai oleh suatu negara adalah baik dan para pejabat birokrasi juga orang-orang yang baik, maka birokrasi menjadi sebuah badan yang baik, lagi efektif. Sebaliknya, bila birokrasi itu hidup didalam sebuah sistem yang jelek, hukumnya lemah, serta ditunggangi oleh para pejabat yang tidak jujur, maka birokrasi akan menjadi buruk dan menakutkan bagi rakyatnya.
Indikator buruknya kerja birokrasi pada umumnya berfokus pada terjadinya korupsi di dalam birokrasi tersebut. Indonesia dari waktu ke waktu terkenal dengan tingkat korupsi yang tinggi. Pada tahun 1998, siaran pers Tranparansi Internasional, sebuah organisasi internasional anti korupsi yang bermarkas di Berlin, melaporkan, Indonesia merupakan negara korup keenam terbesar di dunia setelah lima negara gurem, yakni; Kamerun, Paraguay, Honduras, Tanzania dan Nigeria. (Kompas, 24/09/1998). Tiga tahun kemudian, 2001, Transparansi Internasional telah memasukkan Indonesia sebagai bangsa yang terkorup keempat dimuka bumi. Sebuah identifikasi yang membuat bangsa kita tidak lagi punya hak untuk berjalan tanpa harus menunduk malu (Hamid Awaludin, Korupsi Semakin Ganas, Kompas, 16/08/2001). Dan, ditahun 2002, hasil survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia, dikuntit India dan Vietnam (Teten Masduki, Korupsi dan Reformasi “Good Governance”, Kompas, 15/04/2002).
Survey Nasional Korupsi yang dilakukan oleh Partnership for Governance Reform melaporkan bahwa hampir setengahnya (48 %) dari pejabat pemerintah diperkirakan menerima pembayaran tidak resmi (Media Indonesia, 19/11/2001). Artinya, setengah dari pejabat birokrasi melakukan praktek korupsi (uang). Belum lagi terhitung korupsi dalam bentuk penggunaan waktu kerja yang tidak semestinya, pemanfaatan fasilitas negara untuk kepentingan selain itu. Maka hanya tinggal segelintir kecil saja aparat birokrasi yang mempertahankan ke-suci- an dirinya, dilingkungan yang demikian kotor. Dengan begitu, ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, hanya manis di mulut tanpa political will yang memadai.
Praktek korupsi di Indonesia, sebenarnya bukan saja terjadi pada dua-tiga dekade terakhir. Di era pemerintahan Soekarno, misalnya, Bung Hatta sudah mulai berteriak bahwa korupsi adalah budaya bangsa. Malah, pada tahun 1950-an, pemerintah sudah membentuk tim khusus untuk menangani masalah korupsi. Pada era Soekarno itulah kita kenal bahwa salah satu departemen yang kotor, justru Departemen Agama dengan skandal kain kafan. Saat itu, kain untuk membungkus mayat (kain kaci), masih harus diimpor. Peran departemen ini sangat dominan untuk urusan tersebut (Hamid Awaludin, Korupsi Semakin Ganas, Kompas, 16/08/2001).
Dewasa ini, spektrum korupsi di Indonesia sudah merasuk di hampir semua sisi kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Mulai dari pembuatan KTP, IMB, tender proyek-proyek BUMN, penjualan asset negara oleh BPPN, penggerogotan dana Bulog, bahkan sampai tukang parkir dan penjual tiket kereta api-pun sudah terbiasa melakukan tindak korupsi. Korupsi yang demikian subur ini, kemudian dijadikan argumentasi, bahwa korupsi adalah budaya kita. Oleh karena merupakan budaya, maka sulit untuk dirubah, demikianlah kesimpulan sementara orang. Maka gerakan anti korupsi dipandang usaha yang sia-sia. Urusan korupsi, hanya dapat kita serahkan pada “kebaikan hati” rakyat saja. Sebuah kesimpulan yang dangkal dan tergesa-gesa.
Kebangkrutan birokrasi, sebagai akibat korupsi terjadi dimana-mana, baik di negara maju maupun negara terbelakang. David Osborne dan Ted Gaebler (Mewirausahakan Birokrasi, Pustaka Binaman Pressindo, 1995) mensinyalir, bagaimana birokrasi di Amerika, yang 100 tahun lalu dipandang positif, kini semakin dirasakan lamban, tidak lincah, tidak bisa menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan masyarakat. Birokrasi kota-kota di Amerika menjadi demikian gemuk dan korup, sehingga tidak bisa diharapkan lagi. Di Nigeria, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan juga tumbuh subur. Presiden Nigeria Shehu Shagari di Tahun 1982 menyatakan “Hal yang paling merisaukan saya lebih dari apapun juga adalah soal kemerosotan akhlak di negeri kami. Ada masalah suap, korupsi, kurangnya ketaatan akan tugas, ketidakjujuran, dan segala cacat semacam itu” (Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, 1998). Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Presiden Meksiko Jose Lopez Portillo, diakhir masa jabatannya. “Rakyat Meksiko secara tidak halal telah mengeruk lebih banyak uang keluar dari Meksiko selama dua tahun terakhir ini daripada yang pernah dijarah kaum imperialis selama seluruh  sejarah negeri kita” (Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, 1998)
Buruknya kinerja birokrasi bukan saja menggerogoti uang negara. Birokrasi yang buruk juga akan menyebabkan pelayanan yang jelek, sehingga menimbulkan high cost economy disemua lini kehidupan. Harga BBM yang terus menerus naik, bukan saja disebabkan oleh harga minyak di pasaran dunia, tapi juga disebabkan oleh tidak efisiennya kerja Pertamina. Drs. Gandhi, (Tenaga Ahli BPK) dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh CIDES berkerjasama dengan HU. Republika pada tanggal 26 Maret 1998 memberi catatan beberapa contoh korupsi yang ditemui dalam pemeriksaan BPK.

Korupsi yang dilakukan oleh pemegang kebijaksanaan, misalnya ;
a.    Menentukan dibangunnya suatu proyek yang sebenarnya tidak perlu atau mungkin perlu tapi ditempat lain. Akibatnya, proyek yang dibangun mubazir atau penggunaannya tidak optimal.
b.    Menentukan kepada siapa proyek harus jatuh. Akibatnya, harga proyek menjadi lebih tinggi dengan kualitas yang rendah.
c.    Menentukan jenis investasi, misalnya memutuskan agar suatu BUMN membeli saham perusahaan tertentu. Perusahaan yang dibeli sahamnya itu sebenarnya sudah hampir bangkrut atau sudah tidak layak usaha karena tidak ekonomis. Perusahaan yang hampir bangkrut ini adalah milik pejabat sendiri atau saudaranya atau kawannya. Akibatnya, uang negara menjadi hilang karena perusahaan tidak pernah untung bahkan benar-benar ambruk.
d.    Mengharuskan BUMN bekerja sama dengan perusahaan swasta tertentu tanpa memperhatikan faktor ekonomis. Korupsi jenis ini mudah dideteksi akan tetapi karena pemegang kebijaksanaan biasanya berkedudukan tinggi, tidak pernah ada tindakan. Akibatnya, BUMN terus menerus memikul kerugian dari kerjasama tersebut.

Korupsi pada pengelolaan uang negara;
e.    Uang yang belum/sementara tidak dipakai sering diinvestasikan dalam bentuk deposito. Disamping bunga yang resmi (yang tercantum dalam sertifikat deposito atau surat perjanjian lainnya) bank biasanya memberikan premi (bunga ekstra). Bunga ekstra ini sebenarnya merupakan jasa uang negara yang didepositokan itu, sehingga seharusnya menambah penerimaan investasi dalam bentuk deposito tadi. Tapi sering dalam kenyataannya, bunga ekstra ini tidak tampak dalam pembukuan instansi yang mendepositokannya. Bunga ekstra ini bisa lebih besar apabila uang negara itu disimpan dalam bentuk giro. Kemana perginya bunga ekstra ini dapat kita perkirakan.
f.    BUMN pengelola uang pensiunan atau asuransi harus menginvestasikan uangnya agar dapat membayar pensiun dan kewajiban asuransinya pada yang berhak. Disamping investasi dalam bentuk deposito, bisa  juga diinvestasikan dalam perusahaan-perusahaan swasta. Sering terjadi investasi dilakukan pada perusahaan milik pribadi atau grup dari pejabat BUMN yang bersangkutan. Biasanya investasi pada perusahaan tersebut hanya memberikan hasil yang sangat kecil atau bahkan sama sekali tidak memberikan keuntungan.

Korupsi pada Pengadaan;
g.    Membeli barang yang sebenarnya tidak perlu. Pembelian hanya dilakukan untuk menghabiskan anggaran, untuk memperoleh komisi, untuk menghabiskan barang persediaan perusahaan pribadi atau grupnya yang kadang-kadang telah out of date.
h.    Membeli dengan harga lebih tinggi dengan jalan mengatur tender, yaitu yang mengikuti tender hanyalah perusahaan-perusahaan grupnya atau yang bisa diatur olehnya, sehingga yang menang adalah perusahaan pribadi atau grupnya atau perusahaan yang memberikan komisi yang lebih besar, dan perusahaan yang sesuai dengan petunjuk pejabat pemegang kebijaksanaan tersebut atau perusahaan yang dititipkan oleh orang-orang yang dekat dengan kekuasaan.
i.    Membeli barang dengan kualitas dan harga tertentu, tetapi barang yang diterima kualitasnya lebih rendah. Sebagian atau seluruh selisih harga diterima oleh pejabat yang bersangkutan.
j.    Barang dan jasa yang dibeli tidak diterima seluruhnya. Sebagian atau seluruh harga barang dan jasa yang tidak diserahkan, diterima oleh pejabat.

Korupsi pada Penjualan Barang dan jasa;
k.    Barang/jasa dijual dengan hrga lebih rendah dari harga yang wajar. Pejabat mendapat komisi atau sebenarnya pejabat sendiri yang membelinya dengan nama orang lain.
l.    Transaksi penjualan yang “ngetren” akhir-akhir ini adalah “ruitslag” yaitu suatu asset negara yang diserahkan kepada pihak ketiga, sedang negara menerima asset lain dari pihak ketiga tersebut. Kerugian negara dapat berupa ; asset negara dinilai terlalu rendah (murah), asset yang diterima negara dinilai terlalu tinggi atau kombinasi keduanya.
m.    Asset diserahkan kepada pihak ketiga lebih banyak dari yang diperjanjikan. Pejabat mendapat keuntungan dari transaksi ini.

Korupsi pada pengeluaran;
n.    Bentuk pengeluaran uang harus dilandasi dengan berita acara prestasi, yaitu suatu keterangan barang/jasa telah diterima dalam kualitas dan kuantitas yang diperjanjikan. Sering terjadi sebenarnya barang/jasa tidak pernah diterima, tetapi dalam berita acara disebutkan bahwa barang/jasa telah diterima lengkap (berita acara fiktif), sehingga dilakukan pembayaran. Seluruh atau sebagian uang pembayaran diterima oleh pejabat. Berita acara fiktif ini banyak dilakukan dalam penyerahan jasa.
o.    Pada biaya perjalanan dinas sering juga terjadi yang berjalan hanyalah Surat Perintah Perjalanan Dinas, yaitu untuk ditandatangani oleh pejabat ditempat tujuan. Pejabatnya sendiri tidak berjalan, ia hanya menerima uang biaya perjalanan dinas. Korupsi ini memang kecil-kecilan akan tetapi karena banyak orang yang melakukan secara agregat jumlahnya besar.

Korupsi pada Penerimaan.
p.    Pembayar pajak sering membayar pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya. Dari pemeriksaan petugas pajak dapat diketahui besarnya kekurangan pajak yang kekurangan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Petugas pajak tidak melaporkan adanya kekurangan pajak tersebut keatasannya, akan tetapi merundingkan dengan wajib pajak. Petugas pajak akan menetapkan jumlah setoran tambahan yang lebih kecil dari yang seharusnya, apabila sebagian dari selisihnya dibayarkan kepadanya.
q.    Petugas bea dan cukai kadang-kadang mengetahui bahwa suatu Pemberitahuan Barang Masuk tidak sesuai dengan kenyataannya, tetapi ia tidak mengadakan koreksi seperti yang seharusnya, melainkan ia menerima sogokan sejumlah uang dari pemilik barang untuk meloloskan barang tersebut. Tidak jarang terjadi, seorang petugas bea dan cukai memperlambat pemeriksaan barang dengan jalan mengada-ada masalah. Walaupun pemilik barang telah melaporkan apa adanya, ia terpaksa memberikan sogokan kepada petugas agar barangnya dapat segera keluar dari pelabuhan.
r.    Petugas penerima pendapatan bukan pajak tidak membukukan dan menyetorkan seluruh penerimaan negara. Sebagian masuk ke kantong sendiri. (Drs. Gandhi, Membentuk Aparatur Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa, Makalah Seri Dialog Pembangunan CIDES-Republika, 26 Maret 1998)

Faktor Penyebab Kerusakan Birokrasi
Apakah yang menyebabkan rusaknya birokrasi? Bila korupsi merupakan penyakit utama birokrasi, maka dapat ditelusuri sebab-sebabnya. Bagi mereka yang berpandangan bahwa korupsi adalah sebuah budaya, dan budaya adalah sesuatu yang sulit dirubah, maka sikap yang dilahirkan adalah menerima korupsi sebagai sebuah keharusan. Pandangan seperti ini sangat dipengaruhi oleh paham paternalistik, dimana pemberian hadiah dan upeti dari rakyat kepada pemimpin (pemerintah) adalah sesuatu yang baik. Oleh karena itu, bagi mereka praktek korupsi tidak dipandang sebagai hal negatif yang harus dimusnahkan. Korupsi dengan berbagai istilah dan spesifikasinya adalah bentuk penghormatan, rasa terima kasih, minta perlindungan dan kasih sayang kepada penguasa atau pejabat negara. Pada masyarakat yang seperti ini, korupsi, dengan istilah lain “hadiah” atau “buah tangan”, adalah sebuah instrumen yang menjaga keseimbangan dan keberlangsungan sistem. Masalahnya, apakah budaya itu merupakan sesuatu yang hadir secara tiba-tiba dan harus diterima begitu saja, atau justru merupakan buah dari dipakainya sebuah sistem? Melihat kenyataan, banyaknya negara yang berubah, semakin tidak korup, maka dapat dikatakan bahwa budaya itu bukanlah sesuatu yang tidak bisa dirubah. Sehingga, pada dasarnya sistem-lah yang akan membentuk budaya.
Tentu permasalahannya tidak sesederhana itu. Faktor penyebab suburnya korupsi bukan faktor tunggal, dia merupakan multi faktor yang kompleks dan saling bertautan. Syed Hussein Alatas (Sosiologi Korupsi, LP3ES, 1986) mencoba mendiskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan suburnya korupsi sebagai berikut :
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memerikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
Kurangnya pendidikan.
Kemiskinan.
Tiadanya tindak hukuman yang keras.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

Paling tidak ada dua  faktor utama penyebab korupsi,yaitu:

1. Faktor Individu
Orientasi dan pemahaman manusia tentang kebahagiaan mengalami pergeseran paradigma yang kemudiaan menentukan perubahan sikap. Pergeseran ini bukanlah sesuatu yng alamiah, tetapi merupakan sebuah perubahan yang terjadi akibat dari perubahan ideologi yang dianut bangsa tersebut. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi materialisme, maka kebahagiaan diukur dari berapa banyak materi (uang) yang dapat dikumpulkan dan dimiliki. Dalam masyarakat seperti ini, segala sesuatu diukur dengan uang. Maka kebahagiaan, kehormatan, status sosial, intelektualitas, kesejahteraan, dan segala nilai kebaikan, diukur dengan materi (uang). Maka segala cara dihalalkan untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, tidak terlalu penting, apakah uang itu diperoleh dengan cara yang halal atau haram.
Meluasnya paham materialisme ini, juga mempengaruhi karakter individu masyarakat, bukan saja pejabat pemerintah. Mereka tidak lagi mempunyai rasa malu, rasa bersalah sekaligus pengendalian diri, menghadapi fenomena korupsi. Bahkan pada tingkatan tertentu, korupsi dipandang cara yang sah untuk “bagi-bagi” rejeki, menjaga stabilitas masyarakat, serta alat untuk mengendalikan dukungan dan kesetiaan (politik).
Pola rekrutmen pejabat negara (PNS) akan menentukan kualitas aparat birokrasi. Kondisi, dimana birokrasi diserahi tugas untuk menyediakan lapangan kerja, sebagai salah satu bentuk memperluas dukungan politik bagi penguasa, maka rekrutmen PNS tidak dijalankan dengan mengedepankan kapabilitas profesional. Tindakan KKN juga memperburuk kualitas aparat birokrasi. Maka yang paling mungkin menjadi PNS adalah anak pejabat, kerabatnya pimpinan pemerintahan, atau orang-orang yang mempunyai cukup banyak uang untuk me-mulus-kan jalannya menjadi PNS. Kualitas SDM yang jelek, kemudian menyebabkan birokrasi tidak mampu menjalankan fungsinya. Lihatlah, betapa banyak petugas penyuluh lapangan (pertanian, perikanan, kehutanan) yang tidak mempunyai kemampuan dasar penyuluh, misalnya berpidato di depan massa (komunikasi massa). Sehingga, tanpa kemampuan dasar tersebut, maka tugas utama mereka, memberi penyuluhan kepada masyarakat, tidak bisa dijalankan.
Tentu saja sumbangan faktor individu dalam kerusakan birokrasi, tidaklah berdiri sendiri. Karena pada saat kita menfokuskan perhatian pada aspek individu, pada dasarnya kita sedang berbicara “buah” dari sebuah sistem. Sebuah sistem secara sistematis merancang pembangunan karakter pribadi individual masyarakatnya. Dalam masyarakat kapitalis, yang menjunjung tinggi individualisme, memang “seolah-olah”, karakter pribadi dari warganya, seperti tidak dibangun secara formal. Namun pola pendidikan, tata nilai (sosial, kemasyarakatan, keluarga), sistem ekonomi, sistem sosial yang dipakai secara sistematis akan membentuk individu-individu yang mengagungkan kebebasan individu sebagai puncak kebahagiaan. Maka lahirlah sebuah masyarakat yang individualistik sekaligus materialistik. Dalam masyarakat yang materialistis ini sekarang kita hidup, sehingga sanggat wajar bila kemudian kita menghadapi kenyataan, tingginya tingkat korupsi.

2. Faktor Sistem
Sistem yang dimaksud meliputi segenap sistem kenegaraan, pemerintahan, hukum, birokrasi, dan sosial. Secara internal, birokrasi membentuk sistemnya sendiri. Namun kinerja birokrasi tidak ditentukan oleh faktor tunggal, dia sangat dipengaruhi oleh sistem-sistem lain yang dipakai di negara bersangkutan. Mohtar Mas’oed (Politik, Birokrasi dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, 1997) mengatakan. Pertama; birokrasi tidak pernah beroperasi dalam “ruang-hampa politik” dan bukan aktor netral dalam politik. Kedua, negara-negara dunia ketiga lebih sering dipengaruhi oleh sistem internasional, daripada sebaliknya. Artinya, birokrasi, dalam hidupnya dipengaruhi dan mempengaruhi sistem-sistem lain yang ada di lingkungannya, bahkan termasuk lingkungan internasional.
Besar kecilnya birokrasi dan wewenangnya, ditentukan oleh fungsi pemerintahan yang didefinisikan oleh sistem politik dan pemerintahan yang dipakai negara tersebut. Sebuah negara, yang menempatkan fungsi pembangunan sebagai salah satu tugas utama pemerintah (agent of development), seperti Indonesia, akan membentuk sebuah birokrasi yang besar. Birokrasi yang demikian, kemudiaan juga akan memiliki wewenang yang super besar dan penggelolaan anggaran yang besar juga. Hampir semua sektor kehidupan akan dirambah oleh birokrasi pembangunan itu. Sejalan dengan wewenang dan anggaran yang besar, maka peluang untuk terjadinya korupsi juga membesar. Birokrasi yang gemuk seperti itu juga tidak akan bisa bergerak cepat dan lincah, walau hanya sekedar mengikuti perubahan tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Fenomena maraknya korupsi di birokrasi Indonesia yang super gemuk itu (4-5 juta PNS) juga dapat kita telusuri dari penggunaan istilah departemen/direktorat/ bagian/unit “basah”, terutama di departemen keuangan, dirjen pajak, bea cukai, bagian keuangan, dinas pendapatan, badan perencanaan, dan lain-lain.
Sistem hukum yang lemah. Sistem hukum yang kita pakai bukan saja tidak bisa menjalankan fungsinya guna mencegah terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme dan penyalahgunaan jabatan lainnya. Namun juga tidak mampu menjadi pembuat jera bagi penjahat berdasi yang dihukuminya. Ironisnya lagi, begitu banyak kasus korupsi yang tidak bisa dihukumi dengan sistem hukum yang ada. Sistem hukum yang ada juga tidak mampu menyediakan aparat penegak hukum yang handal. Para hakim, jaksa, polisi dan penasehat hukum lebih tunduk pada tekanan politik dan publik daripada mentaati aturan hukum baku yang ditetapkan. Penasehat hukum yang diduga kuat melakukan “penyuapan” terhadap saksi kasus korupsi dan pembunuhan, tidak bisa digugat, hanya karena ketidakjelasan hukum. Yang terjadi kemudiaan perdebatan diantara aparat penegak hukum dalam menafsirkan sebuah ketentuan hukum.
Penegakan hukum yang setengah hati atas kasus-kasus korupsi bukan saja tidak membuat para koruptor takut, tapi juga sekaligus membuat penghormatan terhadap hukum menjadi sangat rendah. Hukum, kalaupun terpaksa tidak bisa dihindari, masih bisa dibeli. Bahkan, kalaupun putusan hakim telah dijatuhkan, masih tersedia instrumen lain (banding, kasasi, peninjauan kembali) yang bisa juga dibeli dari hasil korupsi. Kalaupun para koruptor itu tetap saja kalah dan dijebloskan ke “hotel prodeo”, maka masih ada banyak kesempatan untuk melenggang keluar, menikmati kebebasan dan menghabiskan dana korupsi yang masih tetap dikuasai. Cukup dengan uang ratusan ribu rupiah, sang terpidana bisa menikmati week end bersama keluarga di rumah. Atau, kalau mau keluar selamanya, bayar saja petugas penjara yang berpenghasilan kecil itu, sejuta atau dua juta cukup untuk membuat pintu penjara terbuka lebar.
Sistem Penggajian yang  rendah. Sudah menjadi argumentasi yang diterima secara umum, bahwa korupsi terjadi didorong oleh rendahnya gaji yang diberikan negara kepada PNS. Walaupun, dari fakta yang kita saksikan, korupsi itu lebih besar dan intens dilakukan oleh pejabat tinggi, yang notabene menerima gaji dan penghasilan lebih tinggi, namun tetap saja rendahnya gaji menjadi alasan pembenar terjadinya korupsi disemua lini pemerintahan.
Rendahnya gaji PNS disebabkan oleh besarnya jumlah PNS yang harus dihidupi oleh negara. Pada massa Orde Baru, termasuk sampai kini, birokrasi dijadikan salah satu pihak yang bertugas menyediakan lapangan kerja. Hal ini menyebabkan besarnya jumlah PNS.  Rendahnya gaji PNS juga disebabkan tingkat perkembangan ekonomi negara yang tidak terlalu menggembirakan. Kalupun Indonesia pernah dijagokan sebagai salah satu Macan Asia dalam pembangunan ekonomi, namun pertumbuhan ekonomi itu lebih banyak dipacu oleh hutang luar negeri yang masuk. Kalaupun  terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tetap saja kekayaan itu tidak terdistribusikan secara baik, sehingga yang terjadi kemudiaan adalah angka kesejangan ekonomi yang tinggi. Dengan demikian, tingkat kemampuan negara menggaji PNS ditentukan oleh sistem ekonomi yang dipakai. Negara yang menggunakan sistem ekonomi yang sangat produktif dan pola distribusi kekayaan yang baik, niscaya akan mampu mengumpulkan dana yang cukup untuk menggaji PNS-nya secara layak. Begitu pula sistem politik yang tidak membebani birokrasi dengan tugas menampung limpahan tenaga kerja, niscaya akan membentuk birokrasi yang ramping dengan jumlah PNS yang rasional, sehingga dana yang dimiliki negara untuk gaji akan proporsional dengan jumlah PNS.
Sistem Sosial. Bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa kerusakan birokrasi sangat ditentukan oleh prilaku aparat yang korup. Tapi perilaku yang korup itu tidak mungkin akan subur, bila sistem sosial yang dipakai di masyarakat tidak kondusif untuk itu. Dalam masyarakat yang menghormati kejujuran, kebenaran dan keamanahan, korupsi adalah tindakan yang paling dibenci dan dicaci. Perbuatan korupsi akan dihindari sebisa mungkin. Kalaupun terjadi, maka para pejabat akan berusaha menutup-nutupinya. Dalam masyarakat seperti itu, para koruptor tidak akan dihormati, mereka akan dihinakan, tidak digauli, bahkan mungkin juga diasingkan dari masyarakatnya.
Sebaliknya, di masyarakat yang sangat mengagungkan materi, sekaligus tidak terlalu peduli dari mana materi diperoleh, korupsi justru terjadi dengan dukungan dan kerjasama dengan masyarakat. Seorang koruptor yang “baik hati”, yang suka melakukan kegiatan sosial, memberi sumbangan bagi pembangunan rumah ibadah, menyantuni panti jompo, adalah “malaikat”  yang dipuja-puja. Bahkan, koruptor yang rajin membantu pesantren, akan lebih dihormati daripada pemimpin pesantrennya sendiri. Dalam masyarakat yang tidak peduli seperti itu, jangan harap terjadi proses kontrol sosial. Apa yang disebut dengan amar ma’ruf nahyi munkar-pun tinggal di kitab-kitab kuning yang dihapalkan para santri. Sementara sang Kyai lebih asyik masyuk bercengkerama dengan para koruptor yang baik hati, daripada menasehati atau malah memperingatkan sang koruptor.

Dampak Buruk Kerusakan Birokrasi
Birokrasi yang korup mempunyai dampak negatif yang sangat luas, bukan saja merusak birokrasi itu sendiri, tapi juga menjadi sebab dari tidak efisiennya sektor bisnis, high cost economy, merendahkan minat untuk berinvestasi, menjadi sebab dri ketimpangan dan kemiskinan, merusak kualitas pribadi masyarakat, merusak tatanan luhur dalam masyarakat, memperburuk pelayanan kesehatan, pendidikan dan sekaligus merusak kehormatan pemerintah dan hukum.
Birokrasi yang korup jelas tidak efisien dan tidak bisa bekerja secara efektif. Birokrasi yang seperti ini, lebih banyak mengurus dirinya sendiri, daripada menjalankan fungsinya untuk melayani dan menfasilitasi masyarakat serta menegakkan hukum ditengah-tengah masyarakat. Anggaran yang besar, lebih banyak digunakan untuk mengurus aparat birokrasi, daripada meningkatkan kinerja birokrasi. Birokrasi yang korup dalam waktu yang panjang akan melahirkan budaya korup di lingkungan birokrasi. Dalam lingkungan yang seperti ini, maka profesionalisme tinggal slogan. Yang terpenting bukan menjadi aparat yang produktif dan efektif, tapi yang penting adalah bagaimana bisa menyesuaikan diri atau bahkan sekaligus terlibat aktif dalam praktek korupsi yang menggurita itu. Dalam lingkungan yang demikian, tidak ada tempat bagi mereka yang ‘sok suci’, menolak korupsi. Orang-orang jujur menjadi ter-alienasi di lingkungannya, mereka menjadi orang yang aneh, tidak gaul dan mungkin seperti ‘pesakitan’ yang patut dikasihani.
Salah satu dampak wabah korupsi yang adalah High Cost Economy. Korupsi yang meluas di semua sektor publik, telah menaikkan ongkos produksi. Biaya perizinan yang membengkak mendorong tingginya biaya produksi. Akibatnya rakyat biasa, yang menjadi konsumen akhir suatu produk yang harus membayar mahal. Tingginya korupsi dari proyek-proyek pemerintah, mengakibatkan jalan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas publik lainnya cepat rusak dan membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.  Bila dugaan begawan ekonomi Indonesia Soemitro Djoyohadikusumo, bahwa korupsi di Indonesia, menggerogoti 30 % anggaran, maka dapat dibayangkan kualitas proyek yang dijalankan. Maka wajar saja bila sebagian besar anggaran pembangunan, termasuk pinjaman luar negeri, dialokasikan guna merehabilitasi dan memaintenance fasilitas publik dan kantor-kantor pemerintahan. Artinya, biaya yang seyogyanya bisa digunakan untuk menambah fasilitas, tapi justru hanya dihabiskan guna merawat fasilitas yang tidak berkualitas. Belum lagi, proyek perawatan itu juga sangat rentan untuk dikorupsi.
Korupsi juga merendahkan minat orang untuk berinvestasi. Para pemilik modal malas berurusan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan mahal. Padahal usaha yang dijalankan  belum  tentu menguntungkan, tapi mereka telah lebih dulu dipungli. Maka, para investor lebih memilih menginvestasikan dananya di bank dalam bentuk tabungan atau deposito yang tidak beresiko dan tidak harus berhadapan dengan pejabat yang korup. “Kira-kira 35 % dari usaha bisnis melaporkan alasan utama untuk tidak berinvestasi adalah karena  biaya tinggi berkaitan dengan korupsi” (Media Indonesia, 19/11/2001)
Angka kemiskinan yang begitu tinggi disinyalir turut diperparah oleh praktek birokrasi. Birokrasi yang korup, bukan saja tidak mendorong kondisi yang sehat untuk bisnis dan perputaran ekonomi, tapi juga telah menyedot sebagian besar kapital dan didistribusikan di lingkungannya. Maka kemiskinan itu terjadi akibat dikuasainya sebagian besar kapital oleh segelintir orang, yaitu penguasa dan pengusaha yang berkolusi dengan penguasa. Rendahnya investasi, akibat langsung dari maraknya korupsi, menyebabkan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia, pengangguran meningkat, dan itu artinya, semakin banyak orang yang miskin.
Korupsi yang demikian meluas dan membudaya juga berakibat pada rusaknya karakter kepribadian aparat dan masyarakat. Nilai-nilai kebaikan berupa penghormatan yang tinggi pada kejujuran, kebenaran, amanah dan keikhlasan tidak lagi digunakan. Yang dihormati adalah kedudukan, pangkat dan materi yang banyak. Semakin kaya seseorang, maka semakin dihormati orang tersebut. Kepribadian yang luhur dan baik tidak lagi menjadi anutan. Para pejabat yang korup, dan bisa menyembunyikan perilakunya di mata publik, menjadi anutan. Maka masyarakat tidak lagi ingin menjadi orang baik (yang miskin), mereka ingin menjadi orang kaya yang serba “wah”, tidak penting apakah dia korup, penipu dan maling berdasi.
Oleh karena hukum tidak mampu mengendalikan korupsi, bahkan juga terlibat dalam praktek korupsi, maka hukum tidak lagi menjadi institusi yang dihormati. Rendahnya penghormatan terhadap hukum, sekaligus menghilangkan harapan masyarakat untuk mencari keadilan didepan hukum. Hilangnya kepercayaan terhadap hukum, juga telah mendorong perilaku main hakim sendiri. Maraknya perilaku anarkhis dalam  lima tahun terakhir, menunjukkan betapa hukum tidak mampu menjalankan fungsinya. Maling ayam yang tertangkap tangan oleh massa, biasanya tidak diserahkan kepada polisi, tapi langsung diinterogasi, dipukuli dan dibakar beramai-ramai oleh masyarakat. Begitu pula pengemudi kendaraan yang mengalami kecelakaan, menabrak seorang anak kecil yang bermain di jalan, juga harus merenggang nyawa, disirami bensin dan dibakar bersama mobilnya.
Korupsi yang merambah sektor pendidikan dan kesehatan tidak kalah hebatnya. SD Inpres yang baru dibangun, ambruk diterjak angin. Anak-anak harus bersekolah ditempat penampungan sementara. Pendidikan yang baik, menjadi sangat mahal. Bisnis pendidikan sudah kehilangan hati nurani dan idealismenya. Kualitas pendidikan menjadi sangat rendah, dan lembaga pendidikan tidak lagi berorientasi pada peningkatan kualitas manusia, tapi lebih menjadi sebuah lembaga bisnis yang rakus. Sektor kesehatan demikian pula. Korupsi tidak saja membuat kualitas fasilitas kesehatan masyarakat buruk, tapi juga merusak perilaku pelayanan aparat birokrasi kesehatan. Rumah sakit milik pemerintah, dikelola seadanya, tidak mempunyai jiwa melayani, tidak ramah dan sekaligus mahal. Rakyat miskin, yang seyogyanya mendapat pelayanan kesehatan gratis, justru harus membayar mhal untuk pelayanan yang buruk itu. Wajar, bila kemudian kualitas kesehatan masyarakat dari hari ke hari makin buruk.

III. SOLUSI ISLAM DALAM MENGATASI KEBOBROKAN BIROKASI

Pemerintahan yang bersih dan baik, dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik, haruslah dibangun secara sistematis dan terus menerus. Pola pikir yang dikotomis, yang menghadapkan upaya membangun pribadi yang baik dengan upaya membangun sistem yang baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus didahulukan. Pola pikir yang demikian ini tidaklah tepat, karena memang tidak bisa memisahkan antara kedua sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin muncul dari sebuah sistem yang buruk, demikian pula sistem yang baik, tidak akan berarti banyak bila dijalankan oleh orang-orang yang korup. Yang harus dilakukan adalah membina masyarakat secara terus menerus agar menjadi individu yang baik, yang menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang yang baik dan sistem yang baik. Masyarakat juga terus menerus disadarkan,  bahwa hanya sistem terbaiklah, yang bisa memberi harapan bagi mereka, menjamin keadilan, melayani dengan keikhlasan dan melindungi rakyatnya. Rakyat juga harus disadarkan, bahwa para pemimpin haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional serta pembela kebenaran dan keadilan. Masyarakat juga perlu didasarkan bahwa sistem yang baik dan pemimpin yang baik tidak bisa dibiarkan menjalankan pemerintahan sendiri, mereka harus terus dijaga, dinasehati, diingatkan dengan cara yang baik.

Kesempurnaan Sistem.
Kesempurnaan sistem Islam terlihat dari aturan yang jelas tentang penggajian, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan, kewajiban pemimpin untuk menjadi teladan, sistem hukum yang sempurna. Sistem penggajian yang layak adalah keharusan. Para pejabat adalah pengemban amanah yang berkewajiban melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya.
Untuk menjamin profesionalitas aparat negara, maka mereka sesudah diberi penghasilan yang cukup, sekaligus dilarang untuk  mengambil kekayaan negara yang lain. Guna mencegah terjadinya abuse of power, Khalifah Umar bin Khattab misalnya, melarang para pejabat berdagang. Umar memerintahkan  kepada semua pejabat agar berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya, dan sekaligus menjamin seluruh kebutuhan hidup aparat negara dan keluarganya. Seorang guru anak-anak,  diberi gaji 15 dinar (63,75 gram emas) tiap bulannya oleh Umar. Artinya, misal harga emas Rp. 75.000/gram, sang guru bisa mendapat gaji Rp. 4.781.250 perbulan pada masa sekarang ini. Padahal gaji guru anak-anak (TK-SD) dinegeri kita saat ini berkisar antara tiga ratus ribu sampai satu juta.  Dan ini terjadi lebih dari 14 abad yang lalu.
Sistem Islam juga melarang aparat negara menerima suap dan hadiah/hibah. Suap adalah harta yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau aparat pemerintah lainnya dengan maksud untuk memperoleh keputusan mengenai suatu kepentingan yang semestinya wajib diputuskan olehnya tanpa pembayaran dalam bentuk apapun. Setiap bentuk suap, berapun nilainya dan dengan jalan apapun diberikannya atau menerimanya, haram hukumnya. Allah SWT SWT berfirman:

﴿وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ﴾

“Dan janganlah ada sebagian kalian makan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil, dan janganlah menggunakannya sebagai umpan (untuk menyuap) para hakim dengan maksud agar kalian dapat makan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui (hal itu).” (QS. Al Baqarah [2]; 188)

Rasulullah SAW juga melarang praktek suap ini.

»لَعَنَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشِ بَيْنَهُمَا«

“Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar dan Al-Hakim)

Adakalanya suap diberikan dengan maksud agar pejabat yang bersangkutan tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya. Suap jenis inipun amat dihindari oleh para Sahabat nabi SAW. Rasulullah SAW pernah mengutus Abdullah bin Rawahah ke daerah Khaibar (daerah Yahudi yang baru ditaklukkan kaum muslimin) untuk menaksir hasil panen kebun kurma daerah itu. Sesuai dengan perjanjian, hasil panen akan dibagi dua dengan orang-orang Yahudi Khaibar. Tatkala Abdullah bin Rawahah tengah bertugas, datang orang-orang Yahudi kepadanya dengan membawa perhiasan yang mereka kumpulkan dari istri-istri mereka, seraya berkata; “perhiasan itu untuk anda, tetapi ringankanlah kami dan berikan kepada kami bagian lebih dari separuh”. Abdullah bin Rawahah menjawab ; “Hai kaum Yahudi, demi Allah SWT, kalian memang manusia-manusia hamba Allah SWT yang paling kubenci. Apa yang kalian lakukan ini justru mendorong diriku lebih merendahkan kalian. Suap yang kalian tawarkan itu adalah barang haram dan kaum muslimin tidak memakannya!” Mendengar jawaban itu mereka serentak menyahut ; “karena itulah langit dan bumi tetap tegak”
Hadiah atau hibah adalah harta yang diberikan kepada penguasa atau aparatnya sebagi pemberian. Perbedaannya dengan suap, bahwa hadiah itu diberikan bukan sebagai imbalan atas suatu kepentingan, karena si pemberi hadiah telah terpenuhi keinginannya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Hadiah atau hibah diberikan atas dasar pamrih tertentu, agar pada suatu ketika ia dapat memperoleh kepentingannya dari penerima hadiah/hibah. Hadiah semacam ini diharamkan dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda:

«هَدَايَا الْحُكَّامِ سُحْتٌ وَهَدَايَا الْقُضَّاةِ كُفْرٌ»

“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR. Imam Ahmad).

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Amma ba’du, aku telah mempekerjakan beberapa orang di antara kalian untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan Allah SWT kepadaku. Kemudian salah seorang dari mereka itu datang dan berkata; “ini kuserahkan kepada Anda, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Jika apa yang dikatakannya itu benar, apakah tidak lebih baik kalau ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya sampai hadiah itu datang kepadanya? Demi Allah SWT, siapapun diantara kalian yang mengambil sesuatu dari zakat itu tanpa haq, maka pada hari kiamat kelak akan menghadap Allah SWT sambil membawa apa yang diambilnya itu.”    Hadits diatas menunjukan, bahwa hadiah pada umumnya diberikan orang kepada pejabat tertentu karena jabatannya. Seandainya ia tidak menduduki jabatan itu, tentulah hadiah itu tidak akan datang kepadanya.
Penghitungan Kekayaan. Untuk menjaga dari perbuatan curang, Khalifah Umar menghitung kekeyaan seseorang  di awal jabatannya sebagai pejabat negara, kemudian menghitung ulang di akhir jabatan. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, Umar memerintahkan agar menyerahkan kelebihan itu kepada Baitul mal, atau membagi dua kekayaan tersebut, separo untuk Baitul mal dan sisa separonya diserahkan kepada yang bersangkutan. Muhammad bin Maslamah ditugasi Khalifah Umar membagi dua kekayaan penguasa Bahrain, Abu Hurairah; penguasa Mesir, Amr bin Ash; penguasa Kufah, saad bin Abi Waqqash. Jadi, Umar telah berhasil mengatasi secara mendasar sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan mental para birokrat. Upaya penghitungan kekayaan tidaklah sulit dilakukan bila semua sistem mendukung, apalagi bila masyarakat turut berperan mengawasi perilaku birokrat.
Keteladanan pemimpin adalah langkah selanjutnya yang diharus sistem Islam.  Dalam sistem Islam, kemunculan seorang pemimpin mengkuti proses seleksi yang sangat ketat dan panjang. Seseorang, tidak mungkin menjadi pemimpin di sebuah propinsi, tanpa melalui proses seleksi alamiah ditingkat bawahnya. Pola dasar yang memunculkan seorang pemimpin mengikuti pola penentuan seorang imam shalat. Seorang imam shalat adalah orang yang paling berilmu, shaleh, paling baik bacaan shalatnya, paling bijaksana. Seorang imam shalat adalah orang terbaik dilingkungan jamaahnya. Dari sinilah sumber kepemimpinan itu berasal. Pola ini secara alamiah, sadar atau tidak sadar, akan diikuti dalam penentuan kepemimpinan tingkat atasnya. Seorang khalifah (kepala negara) tentulah bersumber dari imam-imam terbaik yang ada di negara tersebut. Oleh karena setiap pemimpin merupakan orang terbaik di lingkungannya, maka dapat dipastikan mereka adalah orang yang kuat keimanannya, tinggi kapabilitas dan sekaligus akseptabilitasnya. Pemimpin seperti inilah yang akan menjadi teladan, baik bagi para birokrat bawahannya, maupun bagi rakyatnya.
Penegakan hukum merupakan aspek penting lainnya yang harus dijalankan dalam sistem Islam. Hukuman dalam Islam mempunyai fungsi sebagai pencegah. Para koruptor akan mendapat hukuman yang setimpal dengan tindak kejahatannya. Para koruptor kelas kakap, yang dengan tindakannya itu bisa mengganggu perekonomian negara, apalagi bisa memperbesar angka kemiskinan, dapat diancam dengan hukuman mati, disamping hukuman kurungan. Dengan begitu, para koruptor atau calon koruptor akan berpikir berulang kali untuk melakukan aksinya. Apalagi, dalam Islam, seorang koruptor dapat dihukum tasyir, yaitu berupa pewartaan atas diri koruptor. Pada zaman dahulu mereka diarak keliling kota, tapi pada masa kini bisa menggunakan media massa.

Kualitas Sumber Daya Manusia.
Sistem Islam menanamkan iman kepada seluruh warga negara, terutama para pejabat negara. Dengan iman, setiap pegawai merasa wajib untuk taat kepada aturan Allah SWT.  Orang beriman sadar akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya, karena tidak ada satupun perbuatan manusia yang tidak akan dihisab. Segenap anggota atau bagian tubuh akan bersaksi atas segala perbuatan kita. Allah SWT  berfirman:

﴿حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوْهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُوْدُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ﴾

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pedengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Fushshilat [41]; 20)

Manusia memang menyangka bahwa Allah SWT  tidak tahu apa yang mereka lakukan, termasuk tindakan korupsi yang disembunyikan. Hanya orang yang beriman saja yang yakin bahwa perbuatan seperti itu diketahui Allah SWT dan disaksikan oleh anggota/bagian tubuh kita yang akan melaporkannya kepada Allah SWT. Inilah pengawasan melekat yang sungguh-sungguh melekat.

﴿وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُوْنَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلاَ أَبْصَارُكُمْ وَلاَ جُلُوْدُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللهَ لاَ يَعْلَمُ كَثِيْرًا مِمَّا تَعْمَلُوْنَ (22) وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِيْ ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ﴾

“kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu. Bahkan kamu mengira bahwa Allah SWT tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS Fushshilat [41]; 22-23)

Dengan iman akan tercipta mekanisme pengendalian diri yang andal. Dengan iman pula para birokrat, juga semua rakyat, akan berusaha keras mencari rizki secara halal dan memanfaatkannya hanya di jalan yang diridhai Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan, bahwa manusia akan ditanya tentang umurnya untuk apa ia manfaatkan, tentang masa mudanya kemana ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa, serta tentang ilmunya untuk apa ia gunakan. Bagi birokrat sejati, lebih baik memakan tanah daripada menikmati rizki haram.
Motivasi positif ini kemudian akan mendorong mereka untuk secara sungguh-sungguh meningkatkan kualitas, kapasitas dan profesionalismenya. Karena hanya dengan kemampuan yang semakin tinggilah mereka bisa semakin mengoptimalkan pelaksanaan tugas mulianya sebagai aparat pemerintah. Mereka menyadari bahwa tugas utama mereka adalah melayani rakyat. Wajib atas mereka melaksanakan amanah itu dengan jujur, adil, ikhlas dan taat kepada aturan negara, yang tidak lain adalah syariat Islam.

Sistem Kontrol yang Kuat.
Kontrol merupakan satu instrumen penting yang harus ada dalam membangun pemerintahan yang bersih dan baik. Kontrol bukan saja dilakukan secara internal, oleh pemimpin kepada bawahannya, melainkan juga oleh rakyat kepada aparat negaranya. Kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kontrol ini, haruslah dimiliki oleh segenap pemimpin pemerintahan, para aparat di bawahnya dan oleh segenap rakyat. Semua orang harus menyadari bahwa keinginan untuk membangun pemerintahan yang baik hanya dapat dicapai dengan bersama-sama melakukan fungsi kontrolnya. Dalam sejarah kepemimpinan pemerintahan Islam, tercatat, bagaimana Khalifah Umar bin Kattab telah mengambil inisiatif dan sekaligus mendorong rakyatnya untuk melakukan kewajibannya mengontrol pemerintah. Khalifah Umar di awal kepemimpinannya berkata: “apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskanlah aku walaupun dengan pedang” Lalu seorang laki-laki menyambut dengan lantang  “kalau begitu, demi Allah SWT, aku akan meluruskanmu dengan pedang ini.” Melihat itu Umar bergembira, bukan menangkap atau menuduhnya menghina kepala negara.
Pengawasan oleh masyarakat akan tumbuh apabila masyarakat hidup dalam sebuah sistem yang menempatkan aktifitas pengawasan (baik kepada penguasa maupun sesama warga) adalah sebuah aktifitas wajib lagi mulia. Melakukan pengawasan dan koreksi terhadap penguasa hukumnya adalah wajib. Ketaatan kepada penguasa tidak berarti harus mendiamkan mereka. “Allah SWT telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan koreksi kepada penguasa mereka. Dan sifat perintah kepada mereka agar merubah para penguasa tersebut bersifat tegas; apabila mereka merampas hak-hak rakyat, mengabaikan kewajiban-kewajiban rakyat, melalaikan salah satu urusan rakyat, menyimpang dari hukum-hukum Islam, atau memerintah dengan selain hukum yang diturunkan oleh Allah SWT”. (Taqiyuddin An-Nabhani; Sistem Pemerintahan Islam, Al-Izzah, 1996)
Allah SWT berfirman;

﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ﴾

“Hendaknya ada di antara kalian, sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan serta menyeru pada kema’rufan dan mencegah dari kemunkaran” (QS Ali Imran [3]; 104).

Dari Abi sa’id Al Khudri yang menyatakan Rasulullah SAW bersabda:

»مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِساَنِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِيْماَنِ«

“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim)

Dari Ummu ‘Atiyah dari Abi Sa’id yang menyatakan Rasululah SAW bersabda:
»أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ اِلَى حَاكِمٍ ظاَلِمٍ«

“Sebaik-baik jihad adalah (menyatakan) kata-kata yang haq di depan penguasa yang dlalim” (HR. Ahmad)

»سَيِّدُ الشُّهَداَءِ حَمْزَةٌ وَرَجُلٌ قاَمَ اِلَى حَاكِمٍ ظاَلِمٍ يُنَصِّحَهُ َقَتَلَهُ«

“Penghulu para syuhada adalah Hamzah, serta orang yang berdiri dihadapan seorang penguasa yang dzalim, lalu memerintahkannya (berbuat makruf) dan mencegahnya (berbuat munkar), lalu penguasa itu membunuhnya” (HR. Hakim dari Jabir).

Hadits ini merupakan bentuk pengungkapan yang paling tegas, yang mendorong agar berani menanggung semua resiko, sekalipun resiko mati, dalam rangka melakukan koreksi terhadap para penguasa, serta menentang mereka yang dzalim itu.

IV. PENUTUP
Membangun pemerintahan yang bersih dan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia akan menggerakkan segenap aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Dia juga membutuhkan dukungan dari segenap aparat pemerintahan, masyarakat dan sistem yang baik. Hanya dengan pemilihan akan sistem yang terbaiklah, maka upaya membangun pemerintahan yang baik itu akan menemukan jalan yang jelas.
Membangun pemerintahan yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar atas visi dan misi pemerintahan. Oleh karena itu, pilihan utama atas ideologi apa yang akan dijadikan landasan pembangunan pemerintahan, akan menentukan terbuka atau tidaknya harapan, bagi upaya penciptaan pemerintahan yang baik itu. Pemerintahan yang baik hanya bisa dicapai, bila ideologi yang menjadi pilihan adalah ideologi yang paling benar. Diatas ideoligi yang paling benar itulah, akan dibangun sistem yang baik dan individu-individu yang tangguh.
Sistem Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12 abad), dengan berbagai macam penyimpangan dan pengkhianatan oleh para penyelenggaranya, telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan begitu jawaban atas kebutuhan akan hadirnya pemerintahan yang baik itu adalah dengan menjadikan Islam sebagai Ideologi dan syariat Islam sebagai aturan kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan syariat Islam itulah kita membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan yang handal.
Wallahu’alam.


Kejahatan Kapitalisme dalam Angka

November 28, 2007

Sejak 1983 hampir tidak ada tetesan pertumbuhan ekonomi bagi rata-rata keluarga di AS, kecuali peningkatan pendapatan dan kekayaan yang menumpuk pada 20% penduduk terkaya. Edward Wolff, Jerome Levy, Economics Institute, Bard College, 2000.

Tren kemiskinan semakin memburuk. Jumlah orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dollar sehari meningkat dari 1,197 milyar jiwa pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar jiwa pada tahun 1997 (20% dari penduduk dunia). Sementara 1,6 milyar jiwa (25%) penduduk dunia lainnya hidup antara 1-2 dolar perhari. The United Nations Human Development Report, 1999.

Kesenjangan pendapatan antara 1/5 penduduk dunia di negara-negara kaya dengan 1/5 penduduk di negara-negara termiskin meningkat 2 kali lipat pada tahun 1960-1990 dari 30:1 menjadi 60:1. Pada 1998 meningkat menjadi 78:1. The United Nations Human Development Report, 1999.

Perubahan teknologi dan liberalisasi keuangan mengakibatkan peningkatan jumlah rumah tangga tidak proposional pada tingkatan yang teramat kaya, tanpa distribusi bagi yang miskin… Dari 1988-1993, pendapatan 10% penduduk termiskin di dunia merosot lebih dari 1/4nya, sedangkan pendapatan 10% penduduk terkaya di dunia meningkat 8%. Robert Wade, The London School of Economics, The Economist, 2001.

Dua puluh tahun lalu, perbandingan pendapatan rata-rata di 49 negara terkebelakang dengan pendapatan negara-negara terkaya adalah 1:87. Saat ini menjadi 1:98. Kevin Watkins, International Herald Tribune, 2001.

Total kekayaan orang-orang yang mempunyai aset minimal 1 juta dolar  meningkat hampir 4 kali lipat pada 1986-2000 dari 7,2 trilyun dolar menjadi 27 trilyun dolar. Meskipun terjadi kemerosotan keuangan global dan bisnis dotcom saat ini, Merril Lynch memprediksikan bahwa kekayaan mereka meningkat 8% setiap tahunnya dan diperkirakan tahun 2005 mencapai 40 trilyun dolar. Merril Lynch-Cap Gemini, 2001.

Sejak 1994-1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 milyar dolar menjadi lebih dari 1 trilyun dolar. Aset 3 orang terkaya lebih besar dari gabungan GNP 48 negara terkebelakang. Jumlah milyuder meningkat 25% dua tahun terakhir menjadio 475 orang dengan nilai kekayaan lebih besar dari 50% penduduk termiskin dunia. The United Nations Human Development Report, 1999.

1/5 orang terkaya di dunia mengkonsumsi 86% semua barang dan jasa, sementara 1/5 orang termiskin di dunia hanya mengkonsumsi kurang dari 1% saja. The United Nations Human Development Report, 1999.

Di seluruh dunia kira-kira 50 ribu orang meninggal setiap hari akibat kurngnya kebutuhan tempat tinggal, air yang tercemar, dan sanitasi yang tidak memadai. Shukor Rahman, Straits of Malaysia Times, 2001.

Kapitalisme Perusahaan Multinasional

Sebanyak 200 perusahaan papan atas dunia menguasai 28% perekonomian global. 500 perusahaan papan atas dunia mengontrol 70% perdagangan dunia, dan 1.000 perusahaan papan atas dunia menggenggam 80% industri dunia. Robert Kaplan, The Atlantic Monthly, 1997.

Saat ini dari 100 pelaku ekonomi terbesar di dunia, 52 di antaranya adalah perusahaan raksasa, 48 lainnya adalah negara. Mitsubishi berada pada posisi ke 22, General Motors 26, dan Ford Motor 31. Gabungan ketiga perusahaan raksasa tersebut mengalahkan kekayaan Denmark, Thailand, Turki, Afrika Selatan, Arab Saudi, Norwegia, Finlandia, Malaysia, Chili dan Selandia Baru. Gabungan penjualan 200 perusahaan raksasa dunia masih lebih besar dari 18 kali lipat pendapatan tahunan 1,2 milyar orang miskin. Institute for Policy Studies, Top 200: The Rise of Corporate Global Power, 2000.

Pada tahun 1999, hasil penjualan dari 5 perusahaan raksasa (General Motors, Wal-Mart, Exxon Mobil, Ford Motor dan DaimlerChrysler) lebih besar dari GDP 182 negara. Institute for Policy Studies, Top 200: The Rise of Corporate Global Power, 2000.

Di AS, perolehan pajak pendapatan dari perusahaan raksasa merosot drastis. Pada tahun 1960-an jumlahnya mencapai 25% dari keseluruhan pajak penghasilan, kini hanya 9% saja. Reuven Avi-Yonah, The American Prospect, 2000.

41 perusahaan raksasa AS bukan hanya tidak membayar pajak federal saja, tetapi sebaliknya mereka secara terang-terangan menerima pengembalian uang dari pemerintah federal antara tahun 1996-1998. Institute on Taxation and Economic Policy, 2000.

20 tahun lalu, 20 perusahaan farmasi papan atas dunia memegang 5% perdagangan obat-obatan dunia dengan resep. Dewasa ini, 10 perusahaan farmasi papan atas dunia menguasai 40% pasar. 20 tahun lalu, 65 perusahaan bahan kimia untuk pertanian bersaing di pasar dunia, dewasa ini tinggal 9 perusahaan saja dengan menguasai 90%pangsa pasar pestisida. RAFI (Rural Advancement Foundation International), The ETC Century, 2001.

Kelaparan

Kelaparan disebabkan oleh kenyataan bahwa pengembangan perdagangan dunia lebih dititikberatkan pada negara-negara Utara (negara-negara maju), sementara perluasan utang lebih diarahkan ke negara-negara Selatan (negara-negara berkembang). Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001.

Peningkatan produksi pangan dalam 35 tahun terakhir telah melampaui laju pertumbuhan penduduk dunia sebesar 16%. Peningkatan tersebut belum pernah terjadi. United Nations Food and Agriculture Organization, 1994.

Pada tahun 1997, 78% anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kekurangan gizi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya hidup di negara-negara yang mengalami surplus pangan. Uinted Nations Food and agriculture Organization, 1998.

Sementara 200 juta orang India kelaparan, pada tahun 1995 India mengekspor gandum dan tepung terigu dengan nilai $ 625 juta, beras 5 juta ton dengan nilai $ 1,3 milyar. Institute for Food and Development Policy, Backgrounder, Spring 1998.

Dewasa ini 826 juta manusia menderita kekurangan pangan yang sangat kronis dan serius, kendati dunia sebenarnya mampu memberi makan 12 milyar manusia (2 kali lipat dari penduduk dunia) tanpa masalah sedikit pun. Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001.

Pada tahun 1997, hampir 10 juta orang AS yang terdiri atas 6,1 juta orang dewasa dan 3,3 juta anak-anak benar-benar dililit kelaparan. Sementara itu, pada tahun 1998, 10,5 juta rumah tangga di AS atau 31 juta orang tidak bisa memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. US Departement of Agriculture, Food Insecurity Report, 1999.

Jumlah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya diperkirakan bertambah besar hingga 3%, dari 1,1 milyar pada tahun 1998 menjadi 1,3 milyar orang pada tahun 2008. 2/3 penduduk Afrika Sub-Sahara dan 40% penduduk Asia akan mengalami kekurangan pangan pada tahun 2008. US Departemen of Agriculture, Food Security Asessment, 1999.

Setiap hari 11 ribu anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan 200 juta anak menderita kekurangan gizi dan protein serta kalori. Lebih dari 800 juta menderita kelaparan di seluruh dunia dan 70% di antara mereka adalah wanita dan anak-anak. Shukor Rahman, World Food Program, New Staits of Malaysia Times, 2001.

IMF membunuh umat manusia tidak dengan peluru ataupun rudal tetapi dengan wabah kelaparan. Carlos Andres Perez, Mantan Presiden Venezuela, The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000.

Penghapusan Jasa/Pelayan Umum

Tekanan fiskal telah menyusutkan pelayanan yang diberikan negara akibat Program Penyesuaian Struktural (SAP) yang dipaksakan IMF dan Bank Dunia pada negara-negara berkembang. The United Nations Human Development Report, 1999.

41 negara miskin yang paling banyak berhutang, hutang luar negerinya meningkat dari 55 milyar dolar pada tahun 1980 menjadi 215 milyar dolar pada tahun 1995. Saat ini pemerintahan negara-negara Afrika menanggung utang sebesar 350 milyar dolar sehingga mereka memotong 2/5 penghasilan mereka untuk bayar utang. Akibatnya pemerintah mengurangi pembiayaan jasa/pelayan negara terhadap rakyatnya. Atas dasar itulah, Jubilee 2000 mengatakan bahwa di 40 negara paling miskin setiap 1 menit 13 anak mati. The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000.

Di Zimbabwe, ketika SAP Bank Dunia mulai dilaksanakan, pembiayaan pelayan kesehatan per orang merosot 1/3nya sejak 1990. Sejak itulah kualitas pelayan kesejatan merosot 30%. Sementara jumlah perempuan yang hampir saja meninggal di rumah sakit Harare meingkat 2 kali lipat dibandingkan tahun 1990. Sedangkan jumlah orang yang berobat ke klinik dan rumah sakit semakin berkurang karena mereka tidak mampu menanggung biaya pengobatan. The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000.

Di Kenya, munculnya peraturan baru mengenai biaya yang harus ditanggung para pasien di Klinik Pengobatan Khusus Penyakit Menular Seksual di Nairobi, berakibat pada penurunan jumlah orang yang datang berobat hanya dalam jangka waktu 9 bulan. The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000.

Privatisasi air merupakan kegemaran Bank Dunia dan IMF. Sebuah pemeriksaan acak atas dana-dana IMF di 40 negara selama tahun 2000, mendapatkan bahwa 12 negara peminjam yang persyaratan peminjamannya memuat klausul kebijakan kenaikan harga jasa air dan privatisasi air. Globalization Chalengge Initiative, Water Privatization Fact Sheet, 2001.

Dampak kebijakan IMF dan Bank Dunia memperivatisasi air dapat dilihat pada KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, di mana orang-orang miskin yang tidak mampu membayar air bersih terpaksa menggunakan air sungai yang tercemar sehingga menyebabkan wabah kolera. Globalization Chalengge Initiative, Water Privatization Fact Sheet, 2001.

Ketika kota terbesar ke 3 di Bolivia dipaksa melakukan privatisasi air oleh IMF dan Bank Dunia, tingkat kenaikan harga air bagi pelanggan paling miskin mencapai 3 kali lipat. Negara dengan upah minimun kurang dari 60 dolar per bulan tersebut, banyak pemakai air dengan biaya rekening perbulannya mencapai 20 dolar. Warga di kota tersebut yang telah membangun sumur-sumur keluarga dan sistem irigasi selama berpuluh-puluh tahun lalu, tiba-tiba harus membayar hak atas penggunaan air tersebut. International Forum on Globalization, IF Bulletin, 2001.

Upah dan Ketenagakerjaan

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan Wall Street Journal terhadap 500 eksekutif perusahaan AS mengungkapkan bahwa kemungkinan besar mereka akan menggunakan NAFTA (kawasan perdagangan bebas Amerika Utara) untuk menekan gaji dan upah karyawan/buruh. Economic Policy Institute, NAFTA at Seven, 2001.

Pada akhir 1998, kira-kira 1 milyar pekerja (1/3 dari tenaga kerja dunia) menjadi pengangguran atau setengah pengangguran. Angka tersebut merupakan yang terburuk sejak Depresi Berat pada tahun 1930-an. World Employment Report 1998-1999, International Labor Organization.

Perluasan perdagangan tidak selalu berarti lebih banyak pekerjaan dan gaji yang lebih baik. Di negara-negara paling kaya, penciptaan lapangan kerja jauh tertinggal ke belakang, baik dari sisi pertumbuhan GDP maupun perluasan perdagangan dan investasi. Meski GDP tumbuh 2-3%, tetapi tingkat pengangguran tidak turun tetap berkutat di angka 7%. The United Nations Human Development Report, 1999.

Sebanyak 200 perusahaan terbesar dunia menguasai 30% perekonomian dunia kendati mereka hanya memperkerjakan 1% angkatan kerja dunia. Sementara keuntungan mereka membengkak 362,4% antara tahun 1983-1999, mereka hanya menambah tenaga kerja sebesar 14,4%. Institute for Policy Studies, Top 200, The Rise of Corporate Global Power, 2000.

Para pengusaha menggunakan fleksibilitas ekstra dalam undang-undang ketenagakerjaan (yang diwajibkan IMF dan Bank Dunia) untuk lebih banyak mengurangi dan merampingkan pekerjaan ketimbang memperbesar kemampuan produktif maupun menciptakan lapangan kerja. United Nations Trade and Development Report 1995, The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000.

Sumber: The International Forum on Globalization, Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan, Diterbitkan Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta, 2003.


ILUSI KEKUATAN SANG ADIDAYA

November 28, 2007

Nervous. Itulah fenomena yang terlihat dalam politik Amerika,  bukan hanya belakangan ini, tetapi sesungguhnya terjadi sejak era Clinton yang kedua. Perasaan nervous itu telah menggerogoti tokoh-tokoh politik dan pemikir Amerika, khususnya setelah terlihat banyaknya kegagalan, keragu-raguan dan kelemahan dalam menyelesaikan berbagai problem internasional.  Setelah itu, mulai terpupuk perasaan akan kehebatan kekuatan Amerika, dan perasan tersebut  akhirnya menjelma menjadi arogansi, kesombongan dan keangkuhan, yang telah menyelinap dalam elemen-elemen kekuatan masyarakat Amerika. Perasaan ini bertambah kuat setelah Partai Republik memegang tampuk kekuasaan. Henry Kissinger mengungkapkan dengan ungkapan yang sangat tepat menganai apa yang sedang mendominasi atmosfir politik Amerika:
Amerika Serikat di ujung Milinium baru ini tengah menikmati keadidayaan yang bahkan belum pernah dirasakan oleh emperium terbesar sekalipun pada permulan sejarah; Amerika bisa menguasi dominasi yang tidak tertandingi di seluruh penjuru dunia.
Dia juga mengatakan:
Angkatan bersenjata Amerika tersebar ke seluruh dunia dengan mudah dari Eropa Utara hingga Asia Tenggara, bahkan pangkalan-pangkalan ini akan berubah karena intervensi Amerika atas nama perdamaian menjadi kebutuhan militer yang permanen.
Amerika Serikat adalah sumber dan penjaga institusi Demokrasi di dunia.
Amerika bisa menguasai sistem moneter internasional dengan kucuran akumulasi modal investasi yang jauh lebih besar, dengan kepuasan yang jauh lebih menarik minat para investor, serta pasar eksport asing yang sangat luas. Kebudayaan bangsa Amerika juga menjadi standar di seluruh pelosok dunia.
Ketika pemerintahan George Bush Jr. belum mengevaluasi kembali berbagai kebijakan Amerika terhadap berbagai problem dunia, serta menetapkan dasar-dasar baru, tiba-tiba terjadi peristiwa ledakan 11 September 2001. Maka, kasus ini telah memberi motovasi baru kepada pemerintahan Amerika yang baru untuk beraksi. Peristiwa ini kemudian dieksploitasi, dan dimulailah penyusunan dasar-dasar kebijakan baru yang dibangun berdasarkan asas dan titik tolak baru.
Di sekitar Bush Jr. telah terkumpul sejumlah “elang buas” yang semakin bertambah buas setelah peristiwa ini. Mereka telah mendominasi para kolega lain, yang duduk dalam pemerintahan Bush Jr. dengan sangat mudah. Maka, tokoh-tokoh baru dari negara-negara bagian mulai muncul ke permukaan, seperti Wolfowidz, Donald Ramfleds, Louis Loutherly, yang merupakan tangan kanan Wakil Presiden, Dick Chiney. Merekalah yang merupakan elemen penekan sang Presiden. Mereka mulai menyerukan polarisasi politik luar negeri Amerika yang dibangun berdasarkan prinsip keamanan serta bersikeras menghadapi Korea Utara, Iran, Irak, Rusia, Cina, rakyat Palestina dan gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia.
Kejatuhan rezim Taliban yang sangat cepat dan cengkraman Amerika secara dramatis terhadap Asia Tengah serta berdirinya pangkalan militer darat baru Amerika di Qirgistan, Tadjikistan, Afganistan serta cengkraman totalnya di Pakistan, semuanya itu mempunyai pengaruh yang sangat besar yang membuat tokoh-tokoh pemerintahan Amerika itu kesetanan. Maka, mereka semakin merasa arogan dan sombong dalam memperlakukan pihak lain. Kemenangan bohong Amerika terhadap Afganistan telah diumumkan kepada semua kalangan dalam atmosfir perpolitikan Amerika. Mereka semakin larut dalam ilusi, dan terbius oleh mabuk politik sehingga menyebabkan mereka lupa ingatan, bahkan terhadap sekutu terdekat mereka sendiri.
Menteri Pertahanan, Donald Ramfleds telah membanjiri situasi ini dengan pernyataan-pernyataannya yang ilusif. Penyataan-pernyataan tersebut, antara lain:
Dalam peperangan, Anda wajib menyerang musuh sebelum musuh menyerang Anda.
Pimpinan mayoritas Konggres dari Republik, Terry Mc O’ln, menyerukan kepada Konggres:
Ketika Presiden bicara mengenai keadilan tugas kita dan keberanian tentara kita, maka kita semua harus sepakat.
Dalam kondisi dimana para penguasa negeri Arab dan Islam masih tetap tunduk dan patuh, serta sikap mereka yang masih mengadopsi politik mediasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Qatar sebagai representasi mereka semua, maka Amerika semakin menginjak-injak berbagai tradisi dan basa-basi diplomatik sebelumnya, yang sebelumnya masih mengindahkan dan menjaga harga diri mereka di depan media massa. Tetapi, semuanya itu telah digantikan dengan politik perbudakan dan penghinaan secara telanjang tanpa mempedulikan lagi berbagai reaksi rakyatnya.
Politik polaritas Amerika yang  baru benar-benar telah telanjang, yang identik dengan arogansi dan keangkuhan. Bahkan tidak memandang sebelah mata terhadap sekutunya, apalagi agen-agennya yang telah ditelanjanginya sendiri di muka umum, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Arab Saudi, Iran, Mesir dan Pakistan. Amerika menyerang Arab Saudi, dan menuduh sekolah-sekolah Salafiyyah-nya sebagai basis penghasil teroris, khususnya setelah 15 dari 19 terdakwa kasus peledakan pesawat di Washington dan New York adalah orang-orang Saudi. Amerika juga menyerang Iran, dengan mengalamatkan tuduhan kepadanya sebagai sarang pelarian tokoh-tokoh Al-Qaedah dan Taliban. Iran juga dituduh telah mensuplai senjata Hizbullah dan rakyat Palestina. Amerika juga telah memaksa India untuk melawan Pakistan, dan menuduhnya sebagai sarang ekstrimis. Sementara Mesir berikut antek-anteknya telah dimiskinkan dengan tambahan beban keuangan, ekonomi dan restriksi perdagangan.
Logika arogansi dan pandangan sebelah mata terhadap para sekutu dan antek-antek yang dipetik dari peristiwa 11 September, serta akibat dari kemenangan mudah yang diraih Amerika di Afganistan telah menjadi justifikasi bagi pemerintah  Amerika untuk menjauhkan keterlibatan para sekutu dan antek-anteknya, bahkan terhadap ketidakbutuhannya atas keterlibatan mereka. Sekalipun Tony Blair berusaha untuk melakukan penyelarasan dengan Amerika, dan menyelaraskan Eropa dengannya, tetapi Amerika tidak mengindahkannya, serta tidak mau berbagi keuntungan dan hasil jarahan dengan Eropa. George Robertson, pimpinan NATO asal Inggris, menyatakan:
Eropa harus meningkatkan taraf kekuatan militernya agar mencapai taraf kekuatan militer Amerika. Amerika juga wajib membantu Eropa untuk meningkatkan kemampuan militernya.
Dalam pernyataannya yang lain, dia menyatakan:
Dukungan para sekutu terhadap Washington mempunyai batas.
Thomas Fredman, jurnalis terkenal asal Amerika, membantah pernyataan Robertson di harian The New York Times dengan artikelnya yang berjudul The End of NATO:
Sebenarnya tidak ada NATO di luar Amerika, karena negara-negara sekutu yang lain hanya mengirim beberapa ratus personil militer ke medan perang yang paling belakang, kemudian tiba-tiba meminta bagian hasil jarahan dengan Amerika yang telah memberikan segala pengorbanannya.
Dr. Ghassan al-Izzi, telah mengutip laporan pers Amerika dalam harian al-Quds, yang menyatakan:
Sesungguhnya orang-orang Eropa tengah memainkan peranan sebagai pembantu rumah. Setelah serangan Amerika, mereka sibuk mengumpulkan penafian dan bantahan. Sementara ketika Amerika mengobarkan peperangan, orang-orang Eropa terus berusaha mewujudkan perdamaian. Sesungguhnya Amerika, di bawah pemerintah Bush, ingin memimpin dunia sendiri. Ini merupakan statement yang sangat jelas.
Jelas, bahwa Amerika telah mengubah pandangannya mengenai hubungannya dengan para sekutu dan antek-anteknya, setelah membukukan kemenangan mudah dan memperoleh keuntungan besar di Asia Tengah dalam waktu yang sangat singkat, sehingga tidak perlu merujuk termasuk kepada PBB, bahkan tidak juga kepada sekutu yang menempatkannya, yaitu NATO. Dalam Perang Teluk, Amerika masih perlu merujuk kepada Dewan Keamanan, dan meminta Dewan Keamanan untuk mengeluarkan keputusan yang menggunakan namanya. Dalam Perang Kossovo, Amerika masih berunding dan bekerja sama dengan negara-negara NATO, namun dalam Perang Afganistan dan seterusnya, Amerika tidak perlu meminta masukan manapun, bahkan tidak perlu merujuk kepada siapapun. Bush Jr. telah menyatakan:
Kami akan memerangi Irak, baik dengan sekutu maupun sendiri.
Pemerintah Bush Jr. yang mengikuti langkah pemerintah Reagen, telah mulai membangun dasar-dasar politik luar negeri baru yang relevan dengan kehebatan kekuatan Amerika, sebagaimana Reagen yang ketika itu telah membangun politik baru untuk mengakhiri Perang Dingin (cold war) yang dihembuskan oleh Henry Trumant pada tahun 1947, serta dikeluarkannya Uni Soviet secara internasional dengan menyebutnya sebagai emperium setan. Bush Jr. juga demikian, telah mulai mengakhiri kebijakan yang digambarkannya sebagai kebijakan “ragu-ragu dan malu-malu” yang mengiringi fase Perang Dingin. Seakan-akan Bush Jr. menyebut bahwa fase ragu-ragu dan malu-malu yang dilanjutkan satu dekade telah berlalu untuk kemudian diakhiri dan memasuki fase monopoli dan meninggalkan keterlibatan pihak lain. Kebijakan inilah yang membiarkan Eropa menjadi nervous, dan memperlihatkan kebenciannya terhadap politik luar negeri baru Amerika.
Keburukan yang membelah persekutuan Eropa-Amerika itu adalah pernyataan-pernyataan Menteri Luar Negeri Hobert Fedryn, filsuf politik Eropa yang menyerang kebijakan Amerika secara terbuka dan berani, dan menuduhnya sebagai politik bodoh, murahan dan memihak Israel yang memang represif terhadap rakyat Palestina. Dia menyerukan agar Eropa mempertahankan pandangan dan eksistensi mereka yang independen secara politis dari Amerika.
Pernyataan ini banyak diikuti oleh para politisi Eropa, di antaranya Yoshca Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, yang menyatakan:
Kekuatan terbesar di dunia saat ini tidak akan mungkin bisa memimpin dunia sendiri dengan jumlah penduduknya 6 milyar jiwa menuju masa depan yang damai. Para sekutu Amerika juga bukanlah para pengekor.
Criss Paten, salah seorang penentu kebijakan dalam hubungan luar negeri di legasi Eropa asal Inggris juga termasuk orang yang mengulang-ulang pernyataan Fedryn dan menuduh politik Amerika sebagai politik murahan.
Di antara mereka adalah Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Satrou, yang menganggap pidato Bush Jr. mengenai kondisi persatuan yang di dalamnya juga menyebut-nyebut poros kejahatan sebagai pidato untuk konsumsi media massa domestik, dan kosong, alias asbun (asal bunyi), yang membangkitkan amarah pemerintah Amerika sehingga perlu menampik pernyataan Satrou dan menegaskan bahwa pernyataan sang Presiden itu memang benar.
Eropa menyadari bahaya tindakan Amerika yang terakhir terhadap politik luar negeri, serta menyadari sepenuhnya bahwa Amerika mulai memarjinalkannya, dan bahwa berbagai upaya Blair tidak berhasil untuk berbagi kepentingan dan cengkraman dengan Amerika, sehingga Eropa juga terpaksa menggunakan politik pertahanan. Antara lain, Eropa  ––– khususnya Inggris––– akan bertumpu pada politiknya di Afrika dan melakukan perlawanan terhadap dominasi Amerika di sana. Ini antara terlihat pada kunjungan bersama Menteri Luar Negeri Inggris dan Perancis ke beberapa negara di Afrika, demikian juga kunjungan Blair ke beberapa negara Afrika bagian Barat dan permintaannya kepada Perancis agar menyelaraskan langkahnya dengan Inggris untuk mengukuhkan cengkraman Eropa di sana dengan cover “bantuan untuk wilayah kulit hitam.”
Eropa, Rusia dan Cina benar-benar telah mengetahui politik cengkraman kekuatan yang mulai dijalankan oleh Amerika untuk mencengkram dunia, dan mereka mulai melawannya. Putin, Presiden Rusia, menyatakan:
Semua model hubungan internasional yang dibangun berdasarkan cengkraman satu kekuatan tidak akan berumur panjang.
Ini merupakan pernyataan yang mengindikasikan adanya penolakan Rusia terhadap politik cengkraman Amerika, tetapi penolakannya mirip pernyataan filsuf dan orang bijak ketimbang pernyataan para politisi. Dia menyandarkan penolakannya kepada masa depan dan logika sejarah. Artinya, ini merupakan pernyataan yang mengindikasikan bahwa Rusia tidak akan melakukan tindakan apapun untuk menghentikan politik polarisasi ini.
Dengan demikian jelas, bahwa Amerika telah memasuki dunia dengan titik tolak internasional baru. Indikasi-indikasi titik tolak ini terlihat dengan jelas dan sangat cepat, khususnya setelah keberhasilan yang diraihnya di Afganistan dan kepatuhan dunia kepadanya serta tidak adanya perlawanan apapun yang layak disebutkan. Hal yang membuat Amerika semakin serius untuk mencengkram dunia dan menanam investasi untuk kekuatan pertahanannya sebagaimana yang ditunjukkan pada momentum 11 September. Caranya, dengan menciptakan kondisi ketegangan di dunia, memperumit permasalah internasional dan mengelola krisis regional dengan cara-cara yang bisa menyebabkan krisis tersebut meledak serta memercikkan perasaan kolektif secara terus-menerus mengenai ketidakamanan dan instabilitas di dunia yang mengilhami opini publik dunia, bahwa Amerikalah dewa penyelamat, sang pemimpin dunia. Maka, negara-negara di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai pilihan lain selain patuh kepada Amerika. Bush Jr. telah menyatakannya dengan jelas, bahwa dunia tidak akan mengenal stabilitas kecuali di bawah kepemimpinan Amerika.
Setelah peristiwa Afganistan, Amerika ingin melepaskan diri dari ikatan para sekutu Eropanya dan membubarkan keterlibatan mereka dengannya dalam mengendalikan urusan dunia, serta memikul tanggungjawab dunia sendiri. Karena itu, kami melihat Amerika sengaja merusak apa yang dilakukan Eropa dengan mendekati Iran dan menjalin kesepahaman dengan Cina, Korea dan mengembalikan eksistensinya di Timur Tengah.
Karena itu, Amerika sengaja menjegal setiap upaya Barat mendekati kepemimpinan Iran yang disebut-sebut sebagai pemimpin moderat, kemudian memojokkan Cina dan menyibukkannya dengan isu Taiwan dan isu-isu perdagangan, serta memberikan beberapa pecahan dan angin surga kepada Rusia, serta menenggelamkan negara-negara yang disebut dunia ketiga dengan hutang dan kerusakan. Dengan demikian, Amerika memprediksi bahwa situasi internasional memang hanya miliknya, sehingga masyarakat internasional bisa dikendalikannya sendiri dan dialah yang akan memimpin kendali kepemimpinannya.
Hanya saja, politik polaritas yang arogan ini akan mengundang permusuhan terselubung dan akan mengorganisir permusuhan tersebut untuk melawannya. Disamping akan mengubah mitra kerjasamanya, yaitu para sekutu dan antek-anteknya menjadi musuh yang dendam kepadanya, serta menunggu kehancurannya dan kelak akan memukulnya dengan pukulan yang lebih dahsyat.
Logika kekuatan otot akan memicu pihak lain merasa dendam serta kebencian dan permusuhan yang sesungguhnya. Jika tidak ada ruang untuk mengartikulasikan perasaan ini, yaitu perasaan menjadi pemikiran, kemudian aksi, maka hasilnya pasti akan negatif, bahkan sangat destruktif. Amerika akan jatuh dari ketinggiannya, sementara tidak akan ada siapapun yang akan mengasihaninya sehingga akan ada yang mengatakan: Kasihanilah pemimpin kaum yang terhina itu.
Berbagai bangsa –––khususnya umat Islam––– yang merasakan kezaliman Amerika, jika telah mempunyai kondisi pemikiran dan politik yang pas, maka potensi kaum muslimin yang masih terpendam untuk mendirikan negara yang mulia dan terhormat, yaitu negara Khilafah Islamiyyah, itu akan meletus. Negara yang akan merontokkan singgasana Amerika dan mengalahkannya. Bangsa-bangsa lain pun akan merasa senang, dan ilusi akan kehebatan Amerika itu akan berbalik kepada empunya, sementara Amerika akan terkena sendiri batunya.
﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Sesungguhnya Allah akan memenangkan urusan-Nya, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.” (Q.s. Yusuf [12]:21)